Jakarta – Gelombang aksi demonstrasi besar mengguncang ibu kota dan berbagai daerah di Indonesia, dipicu kenaikan tunjangan DPR di tengah kesulitan ekonomi rakyat. Awalnya, protes berjalan damai, tetapi ketegangan meningkat ketika aparat kepolisian bertindak represif. Puncaknya, Kamis malam (28/8/2025), seorang pengemudi ojek online bernama Afan Kurniawan tewas dilindas kendaraan taktis Brimob, menyulut amarah publik lebih luas.
Ribuan massa dari berbagai kalangan, termasuk buruh, pelajar, mahasiswa, dan ojek online, turun ke jalan menuntut keadilan sosial. Namun, aksi damai itu berujung ricuh, bahkan menimpa rumah beberapa anggota DPR yang menjadi sasaran kemarahan massa. Demonstrasi ini menjadi sorotan nasional, tak hanya karena eskalasi kekerasan, tetapi juga karena kritik tajam dari ekonom, peneliti, hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Peneliti CSIS, Nik Fah Rizal, menilai kemarahan masyarakat dipicu sikap arogan anggota DPR dan lemahnya sense of social justice dari pemerintah. “Rakyat sakit hati melihat perilaku pejabat yang hidup bermewah-mewah sementara masyarakat dihimpit ekonomi,” katanya.
Jusuf Kalla menekankan bahwa gelombang protes ini sebagian besar lahir dari masalah domestik, bukan karena campur tangan pihak luar. Menurut JK, tingginya biaya hidup, pemutusan hubungan kerja, dan kegagalan pemerintah merespons kondisi ekonomi telah memicu ketidakpuasan publik. Ia mengingatkan agar krisis politik tidak terjadi bersamaan dengan krisis ekonomi, karena dampaknya akan menimpa seluruh rakyat.
Kenaikan tunjangan DPR, mulai dari tunjangan beras, transportasi, hingga tunjangan perumahan senilai Rp50 juta per bulan, menjadi titik pemicu kemarahan rakyat. Celakanya, beberapa anggota dewan merespons protes dengan sikap arogansi, termasuk membuat video parodi yang dianggap melecehkan aspirasi publik.
JK mengimbau semua pihak menahan diri dan tetap mengedepankan dialog untuk mencegah perluasan konflik. Ia menegaskan DPR dan pemerintah harus bersama-sama mendengarkan keluhan masyarakat, menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan rakyat, dan menunjukkan keberpihakan pada rakyat kecil.
Tragedi tewasnya Afan Kurniawan menjadi pengingat pahit bahwa ketidakseimbangan antara aspirasi publik dan respons pemerintah dapat menimbulkan korban nyawa. Demonstrasi yang semula soal transparansi dan keadilan tunjangan kini mencerminkan tuntutan rakyat terhadap sistem politik yang adil, responsif, dan berpihak pada masyarakat luas. (*)













































