Oleh : Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)
Reformasi sebagai orde yang menandai berakhirnya kekuasaan orde baru yang kental dengan rezim militer,dan dicap mengatasnamakan demi stabilitas, telah membrangus nilai demokrasi dan kebebasan individu. Orde reformasi yang dimulai sejak 21 mei 1998, sebagai gerakan koreksi terhadap tatanan politik, ekonomi, hukum dan social budaya legacy rezim orde baru. Menurut Yeni Wahid, reformasi sejatinya mengurus masa depan demi kemaslahatan bersama, bukan terus menerus mencari musuh bersama dan melampiaskan balas dendam.
Reformasi dengan agenda besar berisi 6 (enam) tuntutan yaitu Adili Soeharto dan pengikutnya, Amandemen UUD 1945, Otonomi daerah seluas-luasnya, Hapus dwifungsi ABRI, Hapus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Tegakkan supremasi hukum. Refleksi 25 tahun sudah berjalan reformasi, menunjukan tanda-tanda kebablasan atau jauh panggang dari api. Reformasi hanya memposisikan TNI sebagai musuh bersama, bahkan ingin mengeliminasi peran TNI sebagai garda terdepan pengawal kedaulatan negara. Sementara reformasi telah membangun otoritarianisme sipil yang memanipulasi hukum untuk membrangus kekuatan oposisi dan kebebasan demokrasi.
Otoritarianisme sipi memonopoli sumber-sumber ekonomi, sehingga korupsi justru lebih merajalela dibanding periode orde baru. Otoritarianisme sipil telah melahirkan politik dinasti, bentuk nepotisme yang lebih berbahaya ketimbang periode orde baru. Reformasi telah menciptakan model pendidikan yang mengabaikan nilai-nilai dan budaya yang selama ini disepakati sebagai arah kehidupan berbangsa bernegara, mengakibatkan lahir generasi muda yang terpapar ide liberalism, individualism dan radikalisme.
Wajah reformasi ternyata penuh dengan polesan kosmetika politik, untuk menutupi bopeng reformasi. Reformasi telah dijadikan alat untuk memenuhi sahwat balas dendam sipil, tanpa mempertimbangkan dampak kerusakan terhadap kelangsungan hidup berbangsa bernegara. Supremasi sipil telah berubah menjadi eforia sipil untuk menguasai politik, ekonomi, hukum, tanpa memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup negara.
Sudah saatnya kita berani jujur demi kemaslahatan bangsa ini, bahwa reformasi telah digagalkan oleh otoritarianisme sipil, bukan oleh niat TNI untuk mengembalikan dwi fungsi TNI