UU 24/1956 Jadi Bukti Kuat: Jusuf Kalla Tegaskan Empat Pulau Masuk Wilayah Aceh

Redaksi Bara News

- Redaksi

Sabtu, 14 Juni 2025 - 23:42 WIB

50208 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menyatakan secara tegas bahwa empat pulau yang saat ini diperebutkan antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara secara sah dan historis merupakan bagian dari wilayah Aceh. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.

Jusuf Kalla menyampaikan hal itu saat diwawancarai di kediamannya pada Jumat, 13 Juni 2025. Menurutnya, keberadaan keempat pulau tersebut dalam wilayah Aceh sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh serta perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara.

“Wilayah Aceh itu termasuk kabupaten-kabupatennya dibentuk dengan UU Nomor 24 Tahun 1956. Jadi, kalau mau mengubah status pulau-pulau tersebut, maka harus direvisi lewat Undang-Undang, bukan hanya keputusan menteri,” ujar Jusuf Kalla.

Ia menegaskan bahwa status undang-undang memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibanding Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Lebih lanjut, Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa masyarakat yang tinggal di pulau-pulau tersebut selama ini secara administratif dan pajak terikat ke Kabupaten Aceh Singkil, bukan ke wilayah Sumatera Utara. “Warga di sana selama ini membayar pajak ke Aceh Singkil. Nanti akan ada bukti-bukti pajak yang menunjukkan bahwa pulau-pulau itu masuk wilayah Aceh,” tambahnya.

Pernyataan Jusuf Kalla memperkuat posisi Pemerintah Provinsi Aceh yang sejak awal menolak keputusan Kemendagri. Pemerintah Aceh bersikukuh bahwa pengalihan keempat pulau itu ke wilayah Sumut dilakukan secara sepihak dan tidak berdasar pada hukum yang berlaku.

Dalam penjelasan sebelumnya, pihak Kemendagri mengklaim bahwa penetapan wilayah administratif dilakukan berdasarkan hasil pemutakhiran kode wilayah serta verifikasi dari data geografis. Namun, Pemerintah Provinsi Aceh menolak klaim tersebut dan mengajukan sejumlah bukti historis dan administratif yang menguatkan bahwa empat pulau tersebut merupakan bagian sah dari Aceh.

Di antaranya adalah SK Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh Nomor 125/IA/1965 tertanggal 17 Juni 1965, yang dikeluarkan oleh instansi resmi Provinsi Aceh dan membuktikan secara administratif keterikatan wilayah. Selain itu, terdapat surat kuasa atas hak tanah dari Teuku Djohandsyah bin Teuku Daud kepada Teuku Abdullah bin Teuku Daud bertanggal 24 April 1980, serta peta topografi TNI AD tahun 1978 yang menunjukkan batas wilayah Aceh dengan Sumut mencakup keempat pulau tersebut.

Bukti lainnya adalah dokumen kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh kala itu, Ibrahim Hasan, dengan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, yang menyepakati bahwa Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil berada dalam cakupan wilayah Aceh.

Meski Kemendagri tetap bersikukuh bahwa keputusan mereka sudah melalui prosedur administrasi yang berlaku, berbagai pihak menilai bahwa penetapan itu cacat hukum karena bertentangan dengan undang-undang yang masih berlaku. Jusuf Kalla menambahkan bahwa hal ini menyangkut lebih dari sekadar wilayah administratif.

“Bagi Aceh, ini bukan hanya soal pulau. Ini soal harga diri,” ujarnya dengan nada serius.

Pernyataan keras dari tokoh bangsa seperti Jusuf Kalla menambah tekanan terhadap pemerintah pusat untuk meninjau ulang keputusan tersebut. Sementara itu, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah mengambil alih langsung penanganan polemik ini dan dijadwalkan mengumumkan keputusan final dalam waktu dekat.

Di tengah dinamika yang berkembang, masyarakat Aceh dan berbagai elemen sipil terus menyuarakan penolakan dan menuntut keadilan atas wilayah yang diyakini merupakan bagian tidak terpisahkan dari Tanah Rencong. Sengketa ini tak hanya menjadi ujian atas konsistensi pemerintah terhadap supremasi hukum, tetapi juga menjadi cerminan bagaimana negara memperlakukan sejarah, identitas, dan keadilan wilayah terhadap daerah-daerah yang selama ini merasa terpinggirkan. (*)

Berita Terkait

Dewan Pakar PWI Pusat H. Muhammad Amru Ingatkan Pentingnya Peran Jurnalis dalam Menjaga Keberlanjutan Kebudayaan Lokal
Tomy Suswanto Resmi Pimpin Ikatan Alumni BEM Nusantara Periode 2025 2030
Dolar Tembus Rp16.581: Kemenkeu Tetapkan Kurs Pajak dan Bea Masuk Periode 22–28 Oktober 2025
Purbaya Siap Tangkap Mafia Perdagangan, Targetkan Penyelundupan dan Under Invoicing
Menkeu Purbaya Muncul sebagai Idola Baru Politik, Gaya Koboi dan Sikap Tegasnya Dinilai Jadi Ancaman bagi Praktik Usang
Purbaya Tampil Bersahaja dan Tegas, Gibran dan Dedi Mulyadi Kian Redup di Panggung Politik Nasional
Menuju Era Baru Gemilang, Perisai SI Apresiasi Glenny Kairupan Jadi Dirut Garuda Indonesia
BNN dan PWI Perkuat Kolaborasi dalam Perang Melawan Narkoba

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 22:18 WIB

Pererat Ukhuwah dan Bertukar Pengalaman, Imam Masjid Kelantan Kunjungi Aceh

Kamis, 23 Oktober 2025 - 21:34 WIB

TTI: Gubernur Aceh Jangan Asal Tunjuk Direktur RS Zainoel Abidin

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:59 WIB

Universitas Ubudiyah Indonesia Lahirkan Generasi Cerdas dan Berkarakter, Siap Bersaing Global

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:37 WIB

Bea Cukai Banda Aceh Bersama Satpol PP dan WH Aceh Besar Gencarkan Operasi Pasar untuk Tekan Peredaran Rokok Ilegal

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:30 WIB

Dirjen Bea Cukai Apresiasi Sinergi Forkopimda Aceh dalam Penindakan dan Pemusnahan Barang Ilegal

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:23 WIB

Bea Cukai Aceh Gagalkan 80 Kasus Narkotika, Sita 5,89 Ton Barang Bukti Sepanjang 2025

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:14 WIB

Satgas Bea Cukai Aceh Berhasil Gagalkan Penyelundupan Barang Ilegal Senilai Rp6,97 Miliar

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:08 WIB

Bea Cukai Aceh Catat 665 Penindakan Senilai Rp25,6 Miliar Sepanjang 2025

Berita Terbaru