JAKARTA | DPR dan DPD RI asal Aceh kembali menyuarakan penolakan keras atas Surat Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil sebagai bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Utara. Keputusan tersebut dianggap sebagai tindakan sepihak yang tidak melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat Aceh secara menyeluruh. Forum Bersama (Forbes) anggota DPR dan DPD RI asal Aceh secara tegas meminta Presiden Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto untuk membatalkan Surat Keputusan tersebut demi menjaga kedaulatan dan martabat Aceh.
Rapat daring yang digelar pada Kamis (28/5/2025) menghadirkan berbagai tokoh politik dan wakil rakyat Aceh yang menyatakan sikap bulat menolak keputusan Kemendagri yang dianggap tidak berdasar. H. Sudirman, yang lebih dikenal dengan nama Haji Uma, anggota DPD RI dari Aceh, menegaskan bahwa keputusan Mendagri ini diambil tanpa konsultasi atau melibatkan masyarakat dan pemerintah Aceh, yang merupakan hal krusial dalam menentukan batas wilayah suatu daerah.
Menurut Haji Uma, tindakan sepihak seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat Aceh, tapi juga mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadilan yang selama ini diperjuangkan. “Keputusan ini sangat merugikan Aceh karena diambil tanpa melibatkan rakyat dan pemerintah daerah. Kami tidak akan tinggal diam melihat wilayah kami dirampas dan harga diri kami diinjak-injak,” ujarnya tegas dalam pernyataan resmi.
Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh menyebut bahwa persoalan empat pulau tersebut bukan sekadar masalah administratif yang bisa diselesaikan secara gampang, melainkan menyangkut kedaulatan, hak-hak rakyat, dan prinsip otonomi khusus yang sudah lama diperoleh Aceh. Penetapan secara sepihak oleh Kemendagri tanpa kajian yang jelas berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat, yang tentu akan memperburuk stabilitas sosial dan politik di wilayah perbatasan Aceh dan Sumatera Utara.
Dalam rapat tersebut, anggota DPR dan DPD RI sepakat untuk melakukan beberapa langkah strategis guna mengatasi persoalan ini. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah survei langsung ke lokasi empat pulau yang menjadi objek sengketa, untuk mendapatkan data dan fakta yang valid terkait kondisi di lapangan. Langkah ini dinilai penting agar keputusan yang akan diambil selanjutnya berdasar pada fakta dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain survei, mereka juga akan mengadakan rapat resmi bersama Gubernur Aceh untuk merumuskan langkah hukum dan politik yang solid. Rapat ini bertujuan untuk memperkuat posisi Aceh dalam menghadapi keputusan Mendagri yang dianggap keliru. Langkah terakhir adalah menyampaikan desakan resmi kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera membatalkan SK Mendagri tersebut demi menjaga keutuhan wilayah dan keadilan bagi masyarakat Aceh.
Rapat daring tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dan wakil rakyat Aceh, antara lain Haji Uma (DPD RI), Nasir Djamil (DPR RI), H. Ruslan Daud, Irmawan, Muslem Aiyub, H. T. Ibrahim, Teuku Zulkarnaini (Ampon Bang), dan T. Husni dari Partai Gerindra Dapil Sumatera Utara. Dukungan juga datang dari para ulama dan tokoh masyarakat seperti Azhari Cage, Tgk. Ahmad Darwati Agani, T.A. Khalid, Nazaruddin Dek Gam, Ilham Pangestu, Jamaluddin Idham, dan Ustadz Ghufran.
Nasir Djamil menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya sekadar persoalan batas administratif, tetapi menyangkut kehormatan, martabat, dan kedaulatan Aceh yang harus dijaga bersama oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. “Aceh tidak akan membiarkan hak-hak dan wilayahnya diinjak-injak oleh keputusan sepihak yang tidak melibatkan kami,” tegasnya.
Forum Bersama menyoroti bahwa keputusan Mendagri ini sangat berpotensi menimbulkan ketegangan horizontal yang serius di wilayah perbatasan Aceh dan Sumatera Utara, dan mengancam stabilitas sosial-politik yang selama ini sudah rapuh. Selain itu, tindakan Kemendagri ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip otonomi khusus yang secara konstitusional melekat pada Aceh.
Haji Uma menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sebagai kepala negara dan komandan tertinggi negara harus segera turun tangan dan mengambil keputusan yang adil dan bijaksana. “Presiden harus menyikapi masalah ini dengan serius dan membatalkan SK Mendagri tersebut agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan yang merugikan rakyat,” tegasnya.
Desakan keras dari wakil rakyat dan tokoh Aceh ini menandai babak baru dalam perjuangan mempertahankan wilayah dan kedaulatan Aceh. Mereka menegaskan akan terus melakukan langkah hukum dan politik untuk menolak keputusan Mendagri tersebut. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kemendagri maupun Presiden Prabowo terkait desakan dan tekanan yang terus menguat dari masyarakat dan wakil rakyat Aceh.
Persoalan empat pulau ini kini menjadi perhatian nasional dan bahkan berpotensi menimbulkan konflik yang lebih luas jika tidak segera diselesaikan secara adil dan transparan. Forum Bersama dan seluruh elemen masyarakat Aceh berharap agar pemerintah pusat dapat segera memberikan solusi yang menghormati hak-hak rakyat Aceh, menjaga keutuhan wilayah, serta mematuhi prinsip otonomi khusus yang telah diatur dalam konstitusi.
Penyelesaian yang transparan dan adil sangat dinanti agar potensi konflik horizontal yang merugikan seluruh masyarakat bisa dihindari. Aceh tetap tegar memperjuangkan haknya dan tidak akan membiarkan wilayah serta marwahnya dirampas oleh keputusan yang tidak adil. (red)