BANDA ACEH | Pemerintah Aceh resmi mengirimkan surat permintaan kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), agar turut terlibat dalam proses pemulihan pascabencana di wilayah tersebut. Langkah ini ditempuh sebagai respons atas tingginya tingkat kerusakan serta korban jiwa yang ditimbulkan banjir dan longsor yang melanda 18 kabupaten dan kota di provinsi ujung barat Indonesia itu.
Permintaan tersebut secara resmi disampaikan dalam surat yang ditujukan langsung kepada masing-masing lembaga. Pemerintah Aceh menilai UNDP dan UNICEF memiliki rekam jejak kuat dalam penanganan situasi pascabencana, terutama ketika Aceh dihantam tsunami pada 2004 lalu. Mereka dianggap memiliki kapasitas, pengalaman, dan jejaring yang relevan untuk membantu pemulihan jangka panjang. Sejumlah program mereka juga masih aktif di Aceh, terutama UNICEF yang diketahui masih menjalankan kegiatan hingga awal tahun 2026.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menjelaskan bahwa keputusan untuk menyurati kedua lembaga tersebut merupakan inisiatif strategis pemerintah daerah. Ia menyebut bahwa kondisi Aceh saat ini membutuhkan kolaborasi lintas lembaga, termasuk keterlibatan organisasi internasional. “Mempertimbangkan mereka adalah lembaga resmi PBB yang ada di Indonesia, maka meminta keterlibatan mereka dalam pemulihan kami rasa sangat dibutuhkan,” ujarnya pada Minggu, 14 Desember 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, bentuk bantuan yang dimungkinkan akan disesuaikan dengan mandat kelembagaan UNDP dan UNICEF masing-masing. UNDP diharapkan terlibat dalam pemulihan infrastruktur dan pemulihan sosial ekonomi masyarakat, sementara UNICEF difokuskan untuk mendukung aspek-aspek kesejahteraan anak, pendidikan, layanan dasar kesehatan, serta bantuan psikososial bagi penyintas anak dan remaja. Koordinasi lebih lanjut akan dilakukan bersama pemerintah pusat, termasuk dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan kementerian terkait lainnya.
Pemerintah Aceh mencatat bahwa bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi sejak akhir November lalu telah menyebabkan kerusakan luas dan meninggalkan dampak kemanusiaan yang signifikan. Berdasarkan data terbaru dari posko tanggap darurat bencana hidrometeorologi Aceh per Minggu, 14 Desember 2025, tercatat sebanyak 419 orang meninggal dunia di Aceh, sementara 32 orang masih dinyatakan hilang. Sebanyak 474.691 orang terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Kerusakan infrastruktur yang ditimbulkan pun cukup parah. Sebanyak 258 unit kantor pelayanan publik, 287 tempat ibadah, 305 sekolah, dan 431 pesantren mengalami kerusakan berbagai tingkat. Sektor kesehatan turut terdampak dengan rusaknya 206 fasilitas layanan seperti rumah sakit dan puskesmas. Infrastruktur transportasi juga mengalami kerusakan signifikan, antara lain 461 titik jalan dan 332 jembatan.
Upaya pemulihan di lapangan terus berlangsung dengan melibatkan berbagai elemen, baik dari dalam maupun luar negeri. Hingga pekan ketiga setelah bencana, tercatat sedikitnya 77 lembaga dan 1.960 relawan telah datang ke Aceh untuk membantu penanganan darurat dan pemulihan awal. Mereka berasal dari organisasi lokal, nasional, hingga internasional. Beberapa di antaranya adalah Save The Children, Islamic Relief, ABF, DH Charity, Koalisi NGO HAM, Mahtan Makassar, Baznas, Relawan Nusantara, EMT AHS UGM, Yayasan Geutanyoe, Katahati Institute, dan beberapa lembaga lainnya.
Pemerintah Aceh membuka ruang selebar-lebarnya bagi kolaborasi multi-pihak dalam penanganan bencana ini. Menurut Muhammad MTA, besar kemungkinan jumlah relawan dan lembaga yang berpartisipasi akan terus bertambah seiring meningkatnya kebutuhan di lapangan dan mobilisasi bantuan dari berbagai penjuru. “Atas nama masyarakat Aceh dan para korban, Gubernur menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas kontribusi yang sedang dan akan diberikan. Ini adalah bentuk solidaritas kemanusiaan yang memberikan kekuatan bagi kita semua,” ujarnya.
Berdasarkan data dari dashboard geoportal milik BNPB, sampai dengan 13 Desember 2025 tercatat total korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi di Pulau Sumatera telah mencapai 1.003 orang. Dari jumlah tersebut, Provinsi Aceh tercatat sebagai wilayah dengan korban terbanyak, yakni 415 jiwa. Sisanya tersebar di Sumatera Utara sebanyak 347 jiwa dan Sumatera Barat 241 jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikan dari laporan sehari sebelumnya, yang menyebutkan 995 korban meninggal.
Pemerintah Provinsi Aceh berharap permintaan bantuan kepada UNDP dan UNICEF dapat segera direspons dan ditindaklanjuti dengan program-program konkret yang memberi dampak langsung kepada masyarakat terdampak, demi mempercepat proses pemulihan sosial, ekonomi, dan pelayanan dasar di daerah-daerah bencana. Pemerintah daerah tetap menempatkan keselamatan, kesehatan, dan keberlangsungan hidup warga sebagai prioritas utama, sambil terus berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait dalam upaya pemulihan jangka panjang. (*)







































