BANDA ACEH, 10 Oktober 2025 — Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Al Washliyah Darussalam (UNADA) Banda Aceh melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Wilayatul Hisbah (WH) dan Pemerintah Kota Banda Aceh yang dinilai lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan serta penegakan nilai-nilai syariat Islam di ibu kota Provinsi Aceh tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal PEMA UNADA, Triatmaja, dalam agenda diskusi publik rutin yang digelar di lingkungan kampus setiap dua pekan sekali, tepatnya pada Kamis, 9 Oktober 2025. Dalam forum tersebut, PEMA membuka ruang dialog terbuka guna meningkatkan literasi akademik sekaligus membahas isu-isu aktual yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat kota.
Salah satu isu yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah meningkatnya keresahan terkait keberadaan tempat-tempat yang disebut sebagai “sudut gelap” Banda Aceh — area-area yang minim pengawasan namun rentan terhadap pelanggaran moral dan sosial.
“Kami melihat masih banyak tempat di Banda Aceh yang terbebas dari pantauan aparat. Aktivitas yang berlangsung di sana kerap bertentangan dengan semangat syariat Islam. Ini adalah bentuk kelemahan pengawasan yang sangat disayangkan,” ujar Triatmaja.
Ia menilai bahwa Wilayatul Hisbah, sebagai lembaga penegak pelaksanaan syariat di Aceh, seharusnya mampu lebih aktif dan responsif. Menurutnya, pembiaran terhadap tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang penyimpangan justru memperbesar risiko lahirnya persoalan sosial yang dapat mengganggu ketertiban umum dan mencederai nilai-nilai keislaman yang menjadi ruh dari kehidupan masyarakat Aceh.
“Kami mengetuk keras perhatian WH dan Pemerintah Kota Banda Aceh agar segera melakukan pemantauan menyeluruh di titik-titik rawan. Jika tidak segera ditindak, maka bukan tidak mungkin akan timbul dampak negatif yang merugikan masyarakat secara luas,” sambungnya.
Selain penegakan, PEMA UNADA juga mendorong langkah yang bersifat membangun melalui pendekatan preventif. Penguatan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat, utamanya kalangan muda, dinilai sebagai kunci untuk menciptakan perubahan dari dalam. Edukasi tentang pentingnya syariat Islam dalam kehidupan sosial, menurut Triatmaja, harus terus digalakkan sebagai bagian integral dari program pemerintah daerah dan perangkatnya.
“Kami berharap WH dan Pemerintah Banda Aceh tidak hanya berfokus pada penertiban, tetapi juga membangun pemahaman publik yang kuat. Sosialisasi yang intensif serta pendekatan humanis akan lebih efektif dalam memperkuat penerapan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari institusi pendidikan yang peduli terhadap masa depan Aceh, PEMA UNADA menyatakan komitmennya untuk terus mengawal berbagai isu keummatan lewat ruang literasi yang dikembangkan di lingkup kampus. Kegiatan diskusi ini tidak hanya menjadi wadah ekspresi mahasiswa, tetapi juga diharapkan dapat menjadi jembatan antara aspirasi generasi muda dengan kebijakan publik yang sedang berjalan.
Triatmaja menutup dengan pesan bahwa ketertiban sosial dan kekuatan moral masyarakat hanya dapat terwujud manakala seluruh unsur — dari pemerintah hingga pemuda — bergerak bersama dalam menghidupkan ajaran kebaikan dan menjunjung nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas Aceh sebagai Serambi Mekkah. (*)














































