Blangkejeren — Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, menjatuhkan hukuman pidana 155 bulan penjara atau sekitar 12 tahun dan 11 bulan kepada seorang wiraswasta berinisial GO (31). Vonis ini dijatuhkan setelah majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur berusia 15 tahun yang memiliki kondisi mental rendah dengan IQ 80.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka yang digelar pada Kamis (3/7/2025) dan tercatat dalam register perkara Nomor 13/JN/2025/MS.Bkj. GO dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yang mengatur secara khusus pidana zina dan pemerkosaan di wilayah hukum Aceh.
Persidangan mengungkapkan bahwa peristiwa tragis tersebut terjadi pada Rabu, 20 November 2024, sekitar pukul 12.30 WIB, di sebuah rumah di Desa Persiapan Sentang, Kecamatan Blangkejeren. Korban yang telah mengenal terdakwa selama satu minggu sebelumnya diajak jalan-jalan menggunakan mobil yang ternyata dipinjam dari mantan Kepala Satuan Narkoba Polres Gayo Lues. Dalam keterangannya, korban menyebut sempat menolak ajakan terdakwa, namun tidak mampu melawan karena mengira GO adalah seorang anggota polisi. Rasa takut dan tekanan psikologis menyebabkan korban tak berdaya menghadapi tindakan bejat terdakwa.
Dampak dari peristiwa ini sangat berat bagi korban. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya robekan pada hymen korban, menjadi bukti kuat dalam konstruksi dakwaan dan pertimbangan majelis hakim. Selain itu, tim psikolog dari Banda Aceh yang terdiri atas Endang Setianingsih dan asisten psikolog Nanda Uswatul Hasanah menemukan adanya gangguan psikologis serius pada diri korban. Dalam kesaksian mereka, korban mengalami trauma berat, yang ditandai dengan kecemasan ekstrem, rasa takut berkepanjangan, hingga gangguan dalam berinteraksi sosial.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Taufik Rahayu Syam sebagai ketua dan dua hakim anggota, yakni Gunawan dan Yusro Siregar, menyatakan bahwa unsur-unsur pidana dalam kasus ini telah terpenuhi. Selain menjatuhkan pidana penjara, pengadilan juga memutuskan untuk merampas satu unit handphone Oppo A15S warna biru milik terdakwa. Barang bukti tersebut dinyatakan akan dijual secara lelang, dan hasilnya akan disetorkan ke Baitulmal Kabupaten Gayo Lues guna mendukung program rehabilitasi bagi korban kekerasan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan pentingnya penegakan hukum yang memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Putusan ini juga disebut sebagai bagian dari komitmen hukum jinayat Aceh dalam memberikan perlindungan maksimal terhadap anak-anak, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan secara mental atau intelektual.
“Putusan ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak untuk aktif mencegah kekerasan terhadap anak,” ujar hakim dalam amar putusan, yang turut disampaikan di hadapan jaksa, penasihat hukum, dan keluarga korban.
Terdakwa GO diketahui berprofesi sebagai sopir bantuan operasional mantan Kasat Narkoba Polres Gayo Lues. Dalam sidang terakhir, ia mengaku menyesal atas perbuatannya dan menyatakan tidak akan mengulanginya. Majelis hakim mencatat adanya pengakuan dan sikap kooperatif selama persidangan sebagai bagian dari pertimbangan yang meringankan. Namun demikian, beratnya dampak psikologis terhadap korban dan posisi rentan korban sebagai anak di bawah umur tetap menjadi dasar utama dijatuhkannya pidana berat.
Vonis 155 bulan tersebut telah dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa selama proses penyidikan dan persidangan berlangsung. Keputusan Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren ini mendapat sorotan luas dari masyarakat dan pemerhati perlindungan anak, karena menyentuh aspek mendalam dari krisis perlindungan anak di Aceh.
Kasus ini dinilai menegaskan perlunya upaya bersama dan sistemik dalam membangun ekosistem perlindungan anak yang lebih kuat. Mahkamah dalam putusannya juga menyerukan kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama dan adat, serta keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi tumbuh kembang anak-anak.
Putusan ini diharapkan tidak hanya menjadi wujud keadilan bagi korban, tetapi juga menjadi momentum penting untuk memperkuat mekanisme pencegahan kekerasan seksual terhadap anak di Aceh. Mulai dari ranah keluarga, lingkungan sekolah, hingga komunitas, perlindungan terhadap anak-anak, terlebih mereka yang memiliki kerentanan khusus, harus menjadi prioritas bersama yang tidak bisa ditunda. (red)