Aceh Timur, Selasa, 17 Juni 2025 — Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Aceh Timur, Saiful Anwar, kembali menyampaikan kritik tajam terhadap belum adanya kejelasan hasil pendataan kendaraan dinas milik Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Dalam wawancara bersama media hari ini, Saiful menyoroti ketidakterbukaan pemerintah daerah terhadap aset yang telah didata sejak Senin, 11 November 2024 lalu.
Menurut Saiful, hingga pertengahan Juni 2025, masyarakat tidak memperoleh informasi apapun mengenai status dan kondisi kendaraan-kendaraan dinas yang telah diperiksa. Padahal, kata dia, publik berhak mengetahui seberapa besar nilai aset daerah yang masih digunakan secara efektif dan mana saja yang seharusnya ditarik atau dihapuskan dari daftar inventaris karena rusak berat atau tidak layak jalan.
“Sudah lebih dari tujuh bulan sejak dilakukan pendataan kendaraan dinas, tapi tidak ada satu pun laporan terbuka ke publik. Padahal itu bagian dari akuntabilitas dan kewajiban pemerintah dalam pengelolaan barang milik daerah,” kata Saiful dalam wawancara khusus, Selasa (17/6/2025).
Ia mengingatkan bahwa pengelolaan dan pengamanan aset daerah sudah diatur dengan tegas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pada Pasal 296 ayat (1) dinyatakan secara eksplisit:
“Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya.”
Saiful menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pengamanan bukan sekadar menyimpan fisik kendaraan, melainkan mencakup pengawasan administrasi, pemeriksaan berkala, penilaian kondisi riil, hingga laporan berkala kepada publik. Karena itu, ia menilai kegiatan apel kendaraan dinas yang kerap dilakukan tidak boleh berhenti pada tahap seremonial atau hanya sekadar cek fisik permukaan.
“Kami khawatir selama ini pemeriksaan hanya jadi formalitas, selesai apel kendaraan tidak ada langkah lanjutnya. Tidak ada verifikasi berapa yang benar-benar layak jalan dan berapa yang rusak total. Ini bukan hanya soal barang, tapi soal tanggung jawab dan integritas birokrasi,” ujarnya.
Saiful juga menyoroti tanggung jawab langsung yang berada di bawah kewenangan Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, S.H.I., M.Si sebagai kepala daerah. Menurutnya, bupati berkewajiban menjalankan fungsi pengelolaan barang milik daerah dengan pendekatan yang transparan dan profesional. Ia meminta agar bupati memerintahkan petugas yang ditunjuk — baik dari unit teknis maupun bidang aset — untuk bekerja dengan serius, melakukan pemeriksaan menyeluruh, serta melaporkan hasil sesuai kondisi di lapangan.
“Kami ingin tahu berapa jumlah kendaraan yang tidak layak pakai. Berapa yang hanya jadi beban anggaran karena rusak dan tidak digunakan. Kalau bisa, itu dipublikasikan secara resmi oleh Kabid Aset Pemkab Aceh Timur. Biar masyarakat bisa menilai sendiri bagaimana pemerintah mengelola aset mereka,” tegasnya.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, termasuk media, akademisi, dan lembaga pengawas independen untuk turut mengawasi proses pengelolaan aset kendaraan dinas agar tidak menjadi ruang gelap yang rentan disalahgunakan. LSM LAKI sendiri, melalui tim yang dikenal dengan julukan “Pasukan Ghoib”, menyatakan akan terus melakukan pemantauan, audit sosial, dan bahkan pengumpulan bukti jika diperlukan.
“Kalau kendaraan itu sudah rusak berat atau tidak pernah digunakan, jangan disembunyikan. Jangan sampai seperti kasus-kasus sebelumnya, dimana kendaraan hilang tapi masih tercatat, atau dipinjam pribadi tanpa kejelasan status. Ini uang rakyat, bukan barang pribadi,” pungkas Saiful. (RED)