Aceh Singkil – Persidangan lanjutan atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat seorang warga Aceh Singkil, Yakarim Munir, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Singkil, Rabu (24/9/2025). Sidang tersebut kembali menghadirkan sorotan tajam, kali ini datang dari tim penasihat hukum terdakwa yang menilai terdapat indikasi kuat kriminalisasi dalam proses hukum yang berjalan.
Kuasa hukum terdakwa, Azuar, SH, secara terbuka mengkritik kinerja aparat penegak hukum (APH) yang dinilainya tidak menjunjung prinsip keadilan dalam menangani perkara ini. Ia menuding proses penyidikan dilakukan secara tidak proporsional dan cenderung dipaksakan.
“Kami melihat dari awal bahwa perkara ini sangat sarat dengan upaya kriminalisasi. Klien kami seolah sudah diposisikan bersalah sebelum fakta-fakta diuji di pengadilan. Ini lebih kepada siapa yang punya kuasa, bukan siapa yang benar,” ujar Azuar usai sidang.
Lebih lanjut, Azuar menilai proses penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian terlalu tergesa dan tidak obyektif. Ia menyoroti alat bukti yang digunakan untuk menjerat kliennya sebagai tidak memadai dan bertentangan satu sama lain, termasuk keterangan sejumlah saksi yang dianggap tidak sinkron.
“Jika hanya berdasarkan bukti yang lemah tapi diarahkan menjadi pidana—sementara sebenarnya ini bisa diselesaikan secara perdata—maka itu sudah mengarah pada penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Azuar juga menyayangkan sikap jaksa penuntut umum yang dianggap tidak objektif dalam menyusun dakwaan. Ia menduga ada dorongan dari luar untuk mempercepat proses hukum tanpa mempertimbangkan konteks hubungan bisnis yang melatarbelakangi perkara.
“Ini bukan penegakan hukum yang sehat. Jika penegakan hukum dijalankan untuk memenuhi tekanan atau target tertentu, maka citra keadilan jadi taruhan,” ujar Azuar.
Di luar ruang sidang, puluhan warga dan kerabat terdakwa turut hadir memberikan dukungan moril. Mereka membawa harapan yang sama: agar pengadilan menjadi tempat terakhir di mana keadilan bisa ditegakkan secara netral dan bebas dari intervensi.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai orang kecil jadi korban dari permainan kekuasaan,” ujar salah satu anggota keluarga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini berawal dari laporan dugaan penipuan dan penggelapan yang diajukan oleh seorang rekan bisnis Yakarim pada awal 2024. Di dalamnya, termuat tuduhan bahwa Yakarim telah menggelapkan dana dalam sebuah kesepakatan usaha.
Namun, menurut pihak kuasa hukum, kasus tersebut lebih tepat diproses sebagai sengketa perdata, karena memiliki unsur wanprestasi dalam perjanjian kerja sama bisnis yang sah, dan bukan sebagai pidana murni.
“Kalau ini dipidana, maka hampir semua sengketa bisnis bisa berakhir di meja hijau dengan kriminalisasi. Ini preseden yang buruk bagi pelaku usaha kecil,” pungkas Azuar.
Menutup keterangannya, Azuar menyatakan keyakinannya bahwa majelis hakim mampu bersikap profesional, netral, dan berintegritas dalam memutus perkara ini.
“Kami masih percaya bahwa keadilan belum mati. Pengadilan adalah benteng terakhir bagi rakyat kecil. Dan kami berharap benteng itu masih tegak berdiri,” ujarnya mengakhiri.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari pihak penuntut umum. Seluruh pihak terkait diminta untuk tetap menjaga kondusivitas dan menghormati proses hukum yang berjalan.
Laporan: Syahbudin Padank














































