Gayo Lues – Kasus kekerasan seksual yang mengejutkan publik Gayo Lues kembali mencuat. Seorang anak di bawah umur diduga menjadi korban perkosaan oleh ayah kandungnya sendiri, dan saat ini dikabarkan tengah mengandung akibat perbuatan keji tersebut. Kejadian memilukan ini telah dilaporkan ke Polres Gayo Lues beberapa hari lalu, dan menjadi sorotan publik karena belum adanya langkah konkret dari pemerintah daerah, khususnya dalam hal penanganan psikologis dan kesehatan korban.
Pengacara asal Gayo Lues, Budi Gayo, SH, MH, angkat bicara terkait kasus tersebut. Ia menilai bahwa aparat penegak hukum dan instansi pemerintah, terutama Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues, harus segera mengambil langkah proaktif dan terkoordinasi. Mengingat usia kehamilan korban yang terus bertambah, menurutnya keputusan mengenai tindakan medis termasuk kemungkinan dilakukannya aborsi harus segera dipertimbangkan dengan cermat.
“Dinas Kesehatan harus segera turun tangan, paling tidak melakukan asesmen medis dan psikologis terhadap korban. Ini bukan semata soal kekerasan seksual, ini sudah menyangkut kehamilan akibat perkosaan oleh ayah kandung sendiri. Negara tidak boleh diam,” ujar Budi Gayo saat dimintai tanggapan, Senin (2/6/2025).
Ia menekankan bahwa aborsi dalam konteks ini bukanlah tindakan kriminal, melainkan solusi yang secara hukum diperbolehkan, sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan. “Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan secara tegas memperbolehkan aborsi dengan indikasi tertentu, termasuk kehamilan akibat perkosaan. Hal ini juga diatur dalam Pasal 463 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana dari UU Kesehatan. Tata laksananya pun telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016,” jelas Budi.
Menurut Budi, kasus seperti ini membutuhkan pendekatan multidisiplin. Selain proses hukum terhadap pelaku, korban harus mendapatkan perlindungan menyeluruh dari aspek medis, psikologis, sosial, dan hukum. Ia pun mendorong agar rumah aman segera disiapkan oleh Dinas Sosial dan P2TP2A untuk menjamin keselamatan serta kerahasiaan identitas korban.
“Korban mengalami trauma berlapis. Dia bukan hanya diperkosa, tapi juga hamil, dan pelakunya adalah ayahnya sendiri. Negara harus hadir. Kita tidak bisa membiarkan anak ini menghadapi semuanya sendirian,” tegasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Gayo Lues masih belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan penyidikan. Namun dari informasi yang beredar, pelaku sudah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan intensif.
Kasus ini kembali membuka mata masyarakat akan pentingnya sistem perlindungan anak dan penegakan hukum yang tidak pandang bulu, serta keharusan pemerintah daerah merespons kasus-kasus kekerasan seksual dengan cepat dan sensitif.
Aktivis perempuan dan perlindungan anak di Aceh menyerukan agar semua pihak menahan diri untuk tidak menyebarluaskan identitas korban, termasuk informasi yang dapat mengarah pada identitas keluarganya, demi menjaga privasi dan keselamatan korban.
“Kita harus fokus pada pemulihan korban dan penegakan hukum terhadap pelaku, bukan malah mengeksploitasi kasus ini untuk konsumsi publik yang tak berempati,” kata seorang aktivis yang enggan disebutkan namanya.
Kini, harapan masyarakat tertuju pada keseriusan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan semua unsur terkait untuk memastikan korban mendapatkan keadilan dan perlindungan yang layak sebagai bentuk nyata dari keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual. [red]