Medan, 12 Juni 2025 — Polemik status empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terus menjadi perbincangan hangat. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara, Erni Ariyanti, menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan pemerintah pusat yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang disahkan pada 25 April 2025. Kepmendagri tersebut menjadi dasar administratif terbaru yang kini menimbulkan keberatan dari pihak Pemerintah Provinsi Aceh.
“Ya, kita harus mempertahankan juga ya. Kita tunggu saja hasil diskusi dari pemerintah,” ujar Erni saat ditemui di Gedung DPRD Sumut, Kamis (12/6/2025).
Menanggapi sikap Pemerintah Aceh yang menyatakan akan menggugat keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Erni Ariyanti mempersilakan langkah hukum itu. Baginya, hal tersebut merupakan bagian dari proses demokrasi yang sah.
“Itu hak mereka. Kalau memang Aceh ingin menggugat ke PTUN, silakan saja. Tapi kami di Sumut juga wajib menjaga wilayah kami. Keputusan Mendagri ini telah melalui kajian teknis dan ilmiah,” tegas Erni.
Sementara wacana tentang kemungkinan pengelolaan bersama terhadap empat pulau tersebut mulai mengemuka, Erni menyebut hal itu sebagai opsi terbuka. Namun ia menekankan, posisi Sumatera Utara tetap harus kuat dan tidak mengendur terhadap klaim sepihak.
“Kalau bicara skema pengelolaan bersama, itu bisa saja. Tapi jangan sampai mengaburkan status administrasi. Kita harus tetap kokoh bahwa empat pulau itu sekarang bagian dari Sumatera Utara,” tambahnya.
Di lain pihak, Pemerintah Aceh melalui sejumlah pernyataan resmi menyatakan akan terus melakukan upaya hukum dan diplomasi agar status keempat pulau dikembalikan ke wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil. Pihak Pemerintah Aceh berpegang pada sejumlah dokumen historis dan peta topografi lama, termasuk SK Kepala Inspeksi Agraria Atjeh tahun 1965 dan peta Tentara Nasional Indonesia (TNI) AD tahun 1978, yang menyatakan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari Aceh.
Tidak hanya itu, Gubernur Aceh juga telah melakukan komunikasi langsung dengan Gubernur Sumatera Utara dalam rangka menurunkan ketegangan di masyarakat dan mencegah polemik ini berkembang menjadi konflik horizontal antar-warga.
Kementerian Dalam Negeri sendiri sebelumnya telah menjelaskan bahwa penetapan wilayah dilakukan setelah proses panjang, termasuk survei lapangan dan rapat koordinasi yang telah berlangsung sejak sebelum tahun 2022.
Dengan sikap tegas dari DPRD Sumut dan langkah hukum dari pihak Aceh, perebutan administratif empat pulau ini diprediksi akan terus bergulir hingga ada putusan hukum tetap atau langkah politik lebih lanjut dari pemerintah pusat. Kini, semua pihak menantikan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang disebut-sebut akan menjadi penentu akhir dari polemik berkepanjangan ini. (*)













































