Banda Aceh – Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan jalan di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, memasuki babak baru. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pidie, Buchari AP. Namun hingga kini, meski status hukum mereka sudah jelas, belum ada satu pun dari para tersangka yang ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, pada Selasa (7/1/2025), membenarkan bahwa proses hukum sedang berjalan. Ia mengatakan bahwa keempat tersangka sejauh ini belum dilakukan penahanan karena penyidik masih dalam tahap pengumpulan alat bukti untuk proses pemberkasan. Keempat tersangka dalam perkara ini, selain Buchari AP, adalah RD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), MF selaku rekanan pelaksana proyek dari CV Rajawali Citra Utama, serta FS yang menjabat sebagai konsultan pengawas dari CV Beinjohn Consultant.
Menurut Ali Rasab, keempat orang tersebut telah diperiksa sebagai tersangka sejak pertengahan Desember 2024. Pemeriksaan lanjutan masih mungkin dilakukan seiring dengan proses melengkapi bukti dan dokumen pendukung. Ketika ditanya mengenai potensi penerbitan surat pencekalan terhadap para tersangka, ia mengatakan bahwa hal itu masih akan dipertimbangkan sembari menunggu perkembangan lebih lanjut.
Kasus ini bermula dari kegiatan proyek pemeliharaan jalan yang berlangsung pada tahun anggaran 2022. Pemerintah Kabupaten Pidie saat itu mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6,021 miliar untuk pelaksanaan proyek yang bernama Pemeliharaan Berkala/Rehabilitasi Jalan serta Rekonstruksi/Peningkatan Kapasitas Struktur Jalan Leuen Tanjong–Seukeumbrok di Kecamatan Padang Tiji. Proyek ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Pidie dan menggunakan skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Penugasan. Perencanaan proyek dipercayakan kepada CV Zefa Engineering Consultant, sedangkan pelaksanaan proyek dilakukan oleh CV Rajawali Citra Utama dengan nilai kontrak sebesar Rp 5,96 miliar. Proyek jalan sepanjang 2.550 meter itu ditargetkan rampung dalam waktu 150 hari kerja, terhitung sejak 14 April hingga 10 September 2022.
Namun, belum genap proyek memasuki akhir masa pemeliharaan, ditemukan kerusakan cukup serius pada jalan yang baru selesai dikerjakan. Permukaan aspal mengalami retak dan penurunan di beberapa titik. Hasil pemeriksaan oleh ahli teknik dari Politeknik Lhokseumawe mengungkapkan bahwa material yang digunakan dalam proyek tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak. Tak hanya itu, volume material yang dipakai juga ditemukan lebih sedikit dari yang seharusnya.
Pengawasan terhadap pekerjaan pun dinilai sangat lemah. Konsultan pengawas tidak melaksanakan fungsi pengawasan secara maksimal. Bahkan, berdasarkan dokumen yang diperoleh penyidik, pembayaran 100 persen kepada pelaksana proyek tetap dilakukan meski pekerjaan tidak sesuai spesifikasi. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan mengajukan pembayaran penuh, dan Pengguna Anggaran menyetujuinya tanpa terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen dan mutu pekerjaan.
Kejaksaan menyatakan bahwa dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 677.709.730. Nilai tersebut diperoleh dari hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor resmi. Para tersangka diduga kuat melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Selain itu, perbuatan mereka juga bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya.
Meski telah ditemukan bukti permulaan yang cukup, belum adanya penahanan terhadap para tersangka menimbulkan pertanyaan publik. Banyak pihak berharap Kejati Aceh dapat bersikap tegas dalam menegakkan hukum, terlebih karena kasus ini melibatkan pejabat struktural dalam pemerintahan daerah. Ali Rasab menyatakan bahwa kejaksaan akan tetap bekerja sesuai prosedur dan memastikan penanganan perkara dilakukan secara objektif dan transparan.
Proses hukum atas kasus ini masih berjalan. Publik menanti langkah lanjutan dari aparat penegak hukum, apakah akan dilakukan penahanan terhadap para tersangka atau tindakan hukum lain guna memastikan pertanggungjawaban atas kerugian negara yang telah terjadi. (*)