Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan larangan tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mengenakan seragam atau atribut menyerupai instansi resmi negara seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), maupun lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menyatakan bahwa penggunaan simbol atau pakaian yang menyerupai institusi negara tidak hanya menyalahi etika berorganisasi, tetapi juga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Larangannya jelas, tidak boleh menggunakan pakaian-pakaian yang menyerupai seragam TNI, Polri, jaksa, atau institusi pemerintahan lainnya. Itu harus ditertibkan. Tidak boleh ormas menampilkan diri seperti aparat negara,” tegas Bahtiar dalam keterangan resminya, Jumat (13/6/2025).
Penegasan ini dikeluarkan seiring maraknya fenomena ormas di sejumlah daerah yang tampil dengan pakaian mirip seragam aparat, lengkap dengan atribut militeristik, yang berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat dan membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Bahtiar menjelaskan bahwa kebebasan berserikat dan berorganisasi memang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017. Namun, kebebasan tersebut bukan tanpa batas.
Salah satu ketentuan penting dalam regulasi tersebut, lanjutnya, termuat dalam Pasal 59 Ayat 1 UU Ormas, yang secara tegas melarang ormas:
“Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga negara, pemerintahan, atau partai politik.”
Menurut Bahtiar, simbol-simbol institusi negara tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan kelompok atau perseorangan.
“Simbol-simbol kenegaraan adalah milik resmi institusi negara. Tidak boleh ada ormas yang menyalahgunakannya. Itu rawan menyesatkan publik dan bisa digunakan untuk intimidasi atau praktik ilegal lainnya,” ujarnya.
Kemendagri juga meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk mengambil peran aktif dalam melakukan pengawasan dan tindakan terhadap ormas-ormas yang melanggar ketentuan hukum ini. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil namun tegas untuk mencegah munculnya praktik-praktik premanisme yang berlindung di balik nama ormas.
Pemerintah mengingatkan bahwa identitas kelembagaan negara, terutama yang berkaitan dengan penegak hukum dan pertahanan, tidak boleh direplikasi oleh kelompok sipil manapun. Selain merusak citra institusi resmi, tindakan seperti ini juga dapat memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan keamanan nasional.
Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi penyesatan identitas di lapangan yang bisa merugikan masyarakat maupun merusak wibawa institusi negara. Pemerintah juga membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan keberadaan ormas yang dinilai menyalahi aturan, agar dapat segera ditindak sesuai prosedur hukum yang berlaku. (*)