BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menegaskan langkah tegasnya dalam pemberantasan korupsi dengan menahan tiga tersangka dugaan korupsi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Aceh Jaya, yang berlangsung selama periode 2019-2023. Penahanan dilakukan Rabu (13/8/2025) oleh penyidik pada Asisten Pidana Khusus Kejati Aceh.
Ketiga tersangka terdiri atas Sekretaris Daerah Aceh Jaya berinisial TR, anggota DPRK Aceh Jaya berinisial S, dan mantan Kepala Dinas Pertanian Aceh Jaya berinisial TM. Kepala Kejati Aceh, Yudi Triadi, melalui Asisten Pidana Khusus Muhammad Ali Akbar, menyatakan bahwa penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Kelas IIB Banda Aceh selama 20 hari, terhitung sejak Rabu (13/8/2025) hingga 1 September 2025, sebagai titipan tahan penyidik Pidsus Kejati Aceh.
“Penahanan ini dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan, serta menghindari kemungkinan tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” jelas Ali Akbar.
Program Peremajaan Sawit Rakyat di Kabupaten Aceh Jaya ini bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang disalurkan melalui Koperasi Pertanian Sama Mangat/Koperasi Produsen Sama Mangat pada tahun anggaran 2019 hingga 2023. Dugaan perbuatan ketiganya menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 38.427.950.000. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
Dalam kesempatan itu, penyidik juga memperlihatkan barang bukti berupa uang tunai hasil sitaan, total mencapai Rp 17 miliar. Uang tersebut akan dijadikan barang bukti dan dipaparkan di muka persidangan sebagai bagian dari bukti peristiwa pidana korupsi yang terjadi dalam realisasi program PSR.
“Hari ini kita melakukan penyitaan sejumlah uang atas penanganan perkara ini. Nantinya uang ini akan dipaparkan di persidangan sebagai bukti perbuatan pidana korupsi dalam realisasi program peremajaan sawit rakyat,” ujar Ali Akbar.
Langkah penahanan ketiga tersangka menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat eselon tinggi di Aceh Jaya, sekaligus menegaskan komitmen Kejati Aceh dalam menindak praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat. (*)