JAKARTA – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita aset tanah milik mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Zarof Ricar (ZR), dengan nilai perkiraan mencapai Rp35,1 miliar. Penyitaan dilakukan dalam rangka penanganan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang bersumber dari perkara korupsi, suap, dan gratifikasi.
Penyitaan tersebut diumumkan secara resmi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis (18/9/2025). Ia menyebut bahwa aset-aset tersebut disita karena diduga berkaitan erat dengan hasil tindak pidana yang dilakukan ZR selama masa jabatannya.
“Ada tujuh bidang tanah yang kami sita, seluruhnya berada di Pekanbaru, Riau, dengan total luas mencapai 13.362 meter persegi atau sekitar 1,36 hektare,” ujar Anang.
Dua bidang tanah pertama, lengkap dengan bangunan di atasnya, berada di Kecamatan Marpoyan Damai, Kelurahan Tangkerang Tengah, dan terdaftar atas nama putra dari tersangka Zarof Ricar, berinisial RBP (Ronny Bara Pratama). Kemudian, tiga bidang tanah lainnya yang masih kosong berada di lokasi yang sama, atas nama putrinya, DCA (Diera Cita Andini).
“Terakhir, penyidik juga menyita dua bidang tanah kosong lainnya di Kecamatan Bina Widya, Kelurahan Delima, juga atas nama RBP,” tambah Anang.
Anang menegaskan bahwa penyitaan ini merupakan bagian dari langkah tegas Kejaksaan untuk melakukan asset recovery dari tindak pidana yang dilakukan oleh Zarof Ricar dalam kurun waktu panjang, sejak 2012 hingga 2024. Periode pelanggaran ini mencakup praktik korupsi di lingkup tugasnya di DKI Jakarta hingga keterlibatannya dalam perkara di Mahkamah Agung pada 2023–2024.
ZR diduga terlibat dalam pemufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait dengan putusan perkara Gregorius Ronald Tannur. Kasus tersebut sempat menyita perhatian publik karena Gregorius awalnya divonis 16 tahun penjara, namun kemudian dibebaskan. Putusan itu menjadi kontroversial hingga proses hukum kembali berjalan, yang berujung pada vonis 18 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap Zarof Ricar.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pengusutan kasus TPPU yang menyeret Zarof merupakan bentuk komitmen institusi dalam memberantas tindak pidana korupsi, termasuk pelacakan dan perampasan aset yang diduga berasal dari hasil tindak kejahatan.
“Penyitaan aset merupakan bagian dari strategi Kejaksaan untuk memutus mata rantai kejahatan korupsi hingga ke akarnya, termasuk aliran dana ke keluarga maupun pihak terafiliasi,” ujar Anang.
Penelusuran serta penyitaan aset akan terus berlanjut seiring proses penyidikan yang masih berlangsung. Kejagung juga membuka kemungkinan penetapan tersangka lain bila ditemukan keterlibatan aktor tambahan di balik kasus yang menimpa mantan pejabat tinggi lembaga peradilan tersebut. (*)