Runding, Subulussalam | Di tengah derasnya arus perubahan sosial dan tantangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, masih ada sosok pemimpin yang menempatkan nilai-nilai kebersamaan, empati, dan pelayanan tulus di garis terdepan. Sosok itu adalah IPTU A. Situmorang, Kapolsek Runding, Kota Subulussalam. Bagi masyarakat di kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah Aceh Selatan ini, beliau bukan hanya seorang aparat penegak hukum, melainkan juga bagian dari keluarga besar masyarakat desa.
Hari-harinya bukan hanya diisi dengan patroli keamanan atau pengawasan wilayah. Ia hadir dalam kehidupan sosial warga secara langsung—dalam kegiatan adat, gotong royong, kenduri kampung, hingga musyawarah desa. Senyumnya yang ramah, sapaannya yang tulus, serta kehadirannya yang tidak berjarak menjadikan IPTU A. Situmorang dijuluki oleh warga sebagai “Kapolsek Rakyat”.
Julukan itu bukan tanpa alasan. Dalam banyak kesempatan, ia duduk berdampingan dengan tokoh adat, tokoh agama, dan pemuda kampung. Bukan untuk memberi instruksi atau pengawasan ketat, melainkan untuk mendengarkan. Ia mendengar keluh kesah warga, mencatat harapan, dan merespons dengan pendekatan solutif, tanpa prosedur birokratis yang menyulitkan. Di setiap percakapan, ia menampilkan ketulusan, dan dari setiap langkahnya terpancar kepedulian yang nyata.
“Beliau bukan hanya pemimpin, tapi juga sahabat masyarakat. Kami merasa nyaman berdiskusi dan menyampaikan keluhan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Kampong Oboh, saat ditemui usai pertemuan rutin kampung.
IPTU A. Situmorang memahami benar bahwa keamanan bukan semata tentang patroli atau pengamanan wilayah, melainkan tentang membangun rasa percaya, rasa aman yang tumbuh dari kedekatan emosional dan kehadiran nyata aparat dalam keseharian warga. Ia percaya, ketika masyarakat merasa dihargai dan dilibatkan, maka keamanan dan ketertiban akan tumbuh secara organik, bukan karena rasa takut, tapi karena rasa memiliki.
Model kepemimpinan seperti ini menjadi angin segar di tengah tantangan reformasi institusi kepolisian yang dituntut lebih humanis dan transparan. Ia menunjukkan bahwa pendekatan yang lembut, empatik, dan berorientasi pada hubungan sosial bisa lebih efektif dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.
Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, di mana institusi kerap dianggap jauh dari rakyat, kehadiran seorang pemimpin seperti IPTU A. Situmorang adalah harapan. Harapan bahwa masa depan kebersamaan tidak dibangun dari tembok pemisah antara rakyat dan aparat, tetapi dari jembatan kemanusiaan yang kuat—dari senyum yang tulus, dari telinga yang mendengar, dan dari tangan yang mau membantu tanpa pamrih.
Dari Kampong ke kampong, dari musyawarah kecil hingga forum adat, jejak kepemimpinannya memberi pesan bahwa harmoni sosial adalah hasil kerja bersama, dan aparat negara punya peran besar untuk menjaganya, bukan sekadar mengamankan, tetapi juga mengayomi. (red)