Empat Pulau Yang Dirampas: Menggugat Keadilan Wilayah Dan Martabat Otonomi Aceh

Redaksi Bara News

- Redaksi

Minggu, 15 Juni 2025 - 22:15 WIB

5071 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 Oleh: Ilham Salim
Ketua Divisi Kajian dan Aksi Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMAPOL)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

KETIKA PETA MENGHAPUS SEJARAH DAN HAK RAKYAT

Polemik penetapan empat pulau yang terletak di perairan Aceh Singkil, Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan sebagai bagian dari wilayah administratif Sumatera Utara oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  dalam putusannya No. 300.2.2-2138 tahun 2025, merupakan satu dari sekian bentuk pengabaian terhadap prinsip otonomi daerah yang seharusnya dijunjung tinggi di negara demokrasi seperti Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Masalah ini bukan hanya tentang koordinat geografis di atas kertas. Lebih dari itu, ini adalah persoalan fundamental yang menyangkut kedaulatan wilayah, penghormatan terhadap sejarah, hak ekonomi masyarakat pesisir, dan partisipasi daerah dalam pengambilan kebijakan nasional. Apa artinya status daerah otonomi khusus jika Aceh tidak diberikan ruang konsultatif dalam perkara yang menyentuh jantung wilayahnya sendiri?

SEJARAH YANG DIHAPUS, MASYARAKAT YANG DIABAIKAN

Sejak masa kolonial, keempat pulau tersebut tercatat dalam berbagai arsip sebagai bagian dari Singkil Onderafdeeling, yang secara administratif berada di bawah Aceh. Bahkan secara sosial dan ekonomi, masyarakat pesisir Aceh Singkil telah lama memanfaatkan pulau-pulau ini untuk aktivitas perikanan, pelayaran, hingga sebagai tempat tinggal sementara saat musim tangkap.

Namun semua itu tampaknya tidak menjadi pertimbangan dalam proses penetapan administratif oleh pemerintah pusat. Keputusan Mendagri No. 300.2.2-2138 tahun 2025 yang menetapkan wilayah tersebut sebagai bagian dari Sumatera Utara dilakukan tanpa partisipasi aktif dari Pemerintah Aceh, tanpa musyawarah dengan masyarakat terdampak, dan tanpa mempertimbangkan warisan sejarah yang telah melekat.

 

 

PELANGGARAN KESEPAKATAN DAMAI DAMPAK SOSIAL DAN POLITIK

Keputusan untuk mengalihkan empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara jelas melanggar MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian. Tindakan ini tidak hanya mengabaikan kesepakatan yang telah disepakati, tetapi juga menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap hak-hak masyarakat Aceh.

Langkah ini juga berpotensi memicu ketegangan dan konflik baru antara Aceh dan Sumatera Utara. Masyarakat Aceh merasa terpinggirkan dan tidak didengar, yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik di wilayah tersebut.

Fakta bahwa Aceh tidak dilibatkan dalam keputusan ini adalah bentuk pelanggaran terhadap semangat otonomi itu sendiri. Jika pusat bisa seenaknya memindahkan batas wilayah tanpa dialog, maka posisi daerah dalam sistem pemerintahan kita patut dipertanyakan.

SUARA RAKYAT ACEH DAN TUNTUTAN KAMI

Sebagai Ketua Divisi Kajian dan Aksi Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry Banda Aceh, saya Ilham Salim menyuarakan keresahan ini sebagai panggilan moral dari nurani kolektif rakyat Aceh.

Menurut saya Empat pulau itu bukan hanya tanah dan pasir, melainkan simbol harga diri, sumber penghidupan, dan warisan sejarah masyarakat Aceh Singkil. Ketika wilayah itu dirampas secara administratif tanpa musyawarah, yang dilukai bukan hanya batas wilayah, tapi juga martabat Aceh sebagai entitas berdaulat dalam bingkai NKRI. Kami menolak ketidakadilan ini.

Kami mendukung penuh langkah Senator Aceh di DPD RI yang secara konsisten memperjuangkan persoalan ini. Kami juga mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak tinggal diam. Bentuklah tim advokasi hukum dan tim diplomasi kebijakan yang dapat mengupayakan pemulihan wilayah ini secara konstitusional. Selain itu, kami menyerukan perlunya forum dialog lintas provinsi yang adil, transparan, dan dimediasi secara netral oleh pemerintah pusat.

EMPAT PULAU, EMPAT SIMBOL KEHORMATAN

Bagi masyarakat pesisir Aceh Singkil, keempat pulau itu adalah rumah, sumber rezeki, dan benteng identitas. Ketika mereka kehilangan akses ke wilayah tersebut karena keputusan administratif yang tidak berpihak pada rakyat, maka mereka bukan hanya kehilangan tanah, tapi juga kehilangan masa depan. Kecemasan ini nyata. Batas wilayah bukan sekadar garis di atas peta, tapi penentu siapa yang berhak hidup, mengakses sumber daya, dan mempertahankan hak adatnya.

Otonomi Aceh bukanlah basa-basi politik, melainkan amanah dari sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh. Otonomi itu harus dilindungi, dihormati, dan diwujudkan dalam kebijakan nyata. Jika empat pulau bisa dipindahkan tanpa seizin rakyat Aceh, maka otonomi itu hanya tinggal nama, dan Aceh hanya dianggap sebagai nomor di daftar provinsi, bukan entitas yang berdaulat.

Kami, mahasiswa politik yang berpikir kritis dan berpihak pada keadilan, tidak akan tinggal diam. Ini bukan akhir perjuangan, ini adalah awal dari kesadaran bersama bahwa Aceh berhak atas martabatnya, dan martabat itu harus diperjuangkan bukan dipinta.

 

 

 

 

 

 

 

Berita Terkait

6 Produk Bolde Utensils Yang Harus Anda Miliki di Dapur
6 Barang Elektronik Blibli yang Bisa Anda Beli
Ragam Perubahan Nama dan Panggilan Seseorang Menurut Local Wisdom Gayo
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Jangan Hanya Seremonial dan Simbolik di Aceh Tenggara
Malam di Muzdalifah: Keheningan yang Menyentuh Jiwa dan Makna Kehidupan
Redaksi Bara News Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1446 H, Ajak Masyarakat Teladani Semangat Pengorbanan
Kelebihan dan Harga iPad Air M3
Konsep Ngengkun (Parenting) Local Wisdom Gayo Mengatasi Patologi Sosial Dikalangan Remaja

Berita Terkait

Senin, 30 Juni 2025 - 01:54 WIB

Ratusan Mahasiswa UIA Lakukan KPM di Sejumlah Kabupaten

Jumat, 13 Juni 2025 - 15:35 WIB

Berkedok Kecelakaan, Fakta Pembunuhan di Bireuen Terungkap Usai Pemeriksaan Mendalam oleh Satreskrim

Minggu, 1 Juni 2025 - 00:46 WIB

Gubernur BEM FIKOM Umuslim, M. Akbar: Mahasiswa Harus Berdiri di Garda Terdepan Menolak Perampasan Wilayah Aceh

Jumat, 30 Mei 2025 - 01:48 WIB

19 Pejabat Struktural Universitas Islam Aceh Dilantik, Ini Harapan Rektor

Rabu, 28 Mei 2025 - 00:53 WIB

Tingkatkan Kualitas Kurikulum, Prodi Magister HKI UIA Gelar FGD dan Workshop

Jumat, 23 Mei 2025 - 03:34 WIB

Ketua LPPM UIA Berbagi Kisah “The Journey to Scopus Q1”

Jumat, 23 Mei 2025 - 03:33 WIB

Dosen UIA Isi PKU MPU Bireuen dengan Materi Tafsir dan Ilmu Tafsir

Sabtu, 17 Mei 2025 - 20:03 WIB

Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab UIA Isi Seminar Nasional PPPBA Indonesia

Berita Terbaru