Banda Aceh – Belum disahkannya APBA tahun anggaran 2024 hingga memasuki bulan terakhir triwulan pertama tahun ini membuat semua sektor di Aceh mengalami stagnan mulai dari pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi hingga program pembangunan Aceh. Tentunya, hal ini sangat merugikan rakyat Aceh.
Koordinator Koalisi Mahasiwa Pemuda Antikorupsi (KoMPAK) Heru Setiawan mengatakan, pada awalnya sudah ada titik temu antara eksekutif dan legislatif Aceh setelah Kemendagri melakukan fasilitasi pembahasan APBA 2024. Namun, ironisnya setelah ada kesepakatan tiba-tiba muncul ratusan milyar anggaran siluman dengan judul tambahan pokok pikiran (pokir) yang tak diketahui dari mana asalnya, sehingga pihak Kemendagri setelah melakukan evaluasi meminta agar RAPBA T.A. 2024 dilakukan rasionalisasi pasalnya ditemukan adanya pembengkakan Silpa yang disinyalir sebagai upaya memasukkan alokasi penambahan anggaran Pokir Mencapai Rp 800 Milyar.
“Walaupun Sekda Aceh melalui suratnya yang ditujukan kepada Kepala SKPA/Biro dalam Lingkungan Pemerintah Aceh nomor : 900.1.1/1071 tanggal 25 Januari 2024 perihal tindak lanjut hasil evaluasi RAPBA T.A. 2024 sempat melarang agar alokasi Pokir tersebut dirasionalisasikan kembali, namun keberadaan penambahan Pokir yang nilainya mencapai Rp 800 Milyar tentunya tak bisa dibiarkan begitu saja sehingga semua SKPA terpaksa melakukan rasionalisasi sesuai hasil evaluasi Kemendagri. Hal itu pula yang sepertinya tidak diterima oleh Ketua DPRA yang kesannya anggaran tambahan Pokir itu tetap diakomodir, sehingga membuat ketua DPRA sampai detik ini enggan untuk menandatangani dokumen RAPBA T.A. 2024,” beber Koordinator KoMPAK, Heru Setiawan.
Molornya pengesahan APBA 2024 mengakhibatkan gaji belasan ribu tenaga kontrak sudah 3(tiga)bulan tak bisa dicairkan. Bahkan, perputaran uang di masyarakat disebabkan oleh realisasi anggaran yang belum berjalan juga secara langsung berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Bayangkan saja karena APBA belum juga disahkan, program-program pemerintahan tak bisa dijalankan, gaji yang merupakan hak tenaga kontrak maupun honorer masih menggantung hingga menjelang Ramadhan dan banyak persoalan lainnya yang muncul hanya karena tidak kompeten nya ketua TAPA yang notabenenya Sekda Aceh dalam menyelesaikan hasil evaluasi Kemendagri dan ngototnya ketua DPRA tidak menandatangani dokumen APBA yang sudah dirasionalisasikan tersebut. Baik itu ketua DPRA maupun ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) wajib bertanggung jawab kepada rakyat Aceh karena dampak dari molornya APBA 2024 itu yang dirugikan adalah rakyat Aceh,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta Presiden RI melalui Mendagri mengevaluasi kinerja Sekda Aceh sebagai Ketua TAPA yang disinyalir terkesan terlalu over dalam mendramatisir pengaturan APBA 2024, sehingga hingga saat ini anggaran tersebut juga tak kunjung disahkan. “Seharusnya jika ketua TAPA tidak memasukkan hal-hal yang diluar hasil fasilitasi dan juga evaluasi Kemendagri maka polemik seperti ini tak akan terjadi. Jadi, kita berharap Kemendagri sebagai perpanjangan tangan Presiden untuk memberikan sanksi tegas bahkan jika perlu mencopot Sekda Aceh sebagai Ketua TAPA karena telah merugikan rakyat dan pemerintah Aceh,” pintanya.
Pihaknya juga meminta Kemenndagri menyurati KPK agar menelusuri aktor dibalik anggaran siluman berjudul tambahan Pokir yang nilainya fantastis. Pasalnya bahkan wakil ketua DPRA Dailami yang juga anggota Banggar sekalipun di media-media mengaku tak mengetahui hal tersebut.
“Kita berharap KPK melakukan pengawasan agar anggaran siluman tak masuk dalam APBA 2024 dan kita minta Kemendagri juga harus mempertegas batas waktu pengesahan APBA 2024, jangan sampai polemik ini terlalu lama berlarut serta jangan biarkan drama drama politisasi anggaran terus terjadi. Karena lagi-lagi kami katakan dampak dari polemik ini yang dirugikan pembangunan Aceh dan rakyat Aceh,”katanya.
(DL)