Singkil – Rabu malam, 4 Juni 2025, menjadi malam yang tak biasa di Rutan Kelas II B Aceh Singkil. Sekitar pukul 22.00 WIB, empat orang tahanan berhasil melarikan diri dalam aksi yang mengejutkan dan meninggalkan banyak tanya. Keempat tahanan tersebut, yakni Paisal Bayu, Dandi Syahputra, Andre Hendrawan, dan Rajali, diduga kabur dengan cara menerobos pintu sel dan memanjat dinding tinggi menggunakan sambungan kain dari pakaian dan seprai.
Informasi awal menyebut bahwa para tahanan ini terlibat dalam kasus pencurian dan narkotika. Namun, dari berbagai keterangan yang dihimpun teropongbarat.co, aksi pelarian ini ternyata lebih dari sekadar upaya untuk menghindari hukuman. Ada tekanan psikologis, persoalan keluarga, dan kekecewaan mendalam terhadap kondisi di balik tembok rutan yang mendorong para napi tersebut mengambil langkah nekat.
Salah satu dari empat pelarian itu berhasil ditangkap kembali hanya beberapa jam setelah kabur. Dalam pemeriksaan awal, ia mengungkapkan alasan yang menyayat hati. Ia menyebut dirinya mengalami depresi berat setelah menerima kabar bahwa anaknya mengalami kecelakaan. Ia sempat mengajukan permohonan untuk kunjungan darurat, namun tidak dikabulkan. “Saya tak tahan lagi di dalam,” demikian pengakuan singkatnya kepada aparat, menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Di sisi lain, sejumlah narasumber dari kalangan warga binaan yang masih berada di dalam Rutan menyampaikan bahwa selama ini terdapat keluhan mengenai fasilitas yang minim serta perlakuan yang mereka anggap diskriminatif, khususnya terhadap napi kasus narkotika. “Mereka sering bilang ini bukan rehabilitasi, tapi penumpukan manusia,” ujar salah satu narapidana, menggambarkan kondisi ruang tahanan yang penuh sesak dan kurangnya pembinaan.
Pelarian ini pun tampaknya bukan tindakan spontan. Indikasi perencanaan telah terlihat sejak beberapa hari sebelum kejadian. Beberapa warga binaan mengaku melihat aktivitas mencurigakan dan mendengar percakapan soal kemungkinan kabur. Namun, menurut mereka, keluhan terkait kerusakan sistem pengamanan di salah satu pintu sel tidak ditindaklanjuti oleh petugas.
Kapolres Aceh Singkil, AKBP Joko Triyono, menyatakan bahwa pihaknya langsung melakukan penyelidikan begitu insiden diketahui. Ia tidak menutup kemungkinan adanya kelalaian prosedural atau bahkan keterlibatan dari pihak internal. “Kami sedang mendalami semua kemungkinan, termasuk apakah ada unsur kelengahan petugas atau adanya bantuan dari dalam,” tegasnya saat dikonfirmasi.
Peristiwa ini menjadi peringatan keras bagi sistem pemasyarakatan lokal. Kejadian pelarian bukan hanya menunjukkan kelemahan pengawasan, tetapi juga membuka tabir tentang tekanan mental dan kondisi sosial yang dialami para warga binaan. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengamanan, pola pembinaan, hingga manajemen krisis di dalam Rutan dinilai sangat mendesak dilakukan.
Hingga berita ini diterbitkan, pencarian terhadap tahanan yang masih kabur masih berlangsung. Aparat kepolisian bersama petugas Rutan dan instansi terkait terus menyisir sejumlah titik yang dicurigai menjadi tempat persembunyian. Masyarakat diimbau untuk melapor jika melihat keberadaan para pelarian. Sementara itu, suara-suara yang menyerukan reformasi pemasyarakatan kembali mengemuka, mengingat bahwa di balik jeruji bukan hanya kriminalitas, tapi juga kemanusiaan yang kerap terabaikan.