Dana Desa Rp773 Juta di Kute Sange Diduga Tak Jelas, FMPK Desak Aparat Usut Potensi Penyimpangan

Redaksi Bara News

- Redaksi

Minggu, 1 Juni 2025 - 19:25 WIB

50767 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gayo Lues – Dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa Kute Sange, Kecamatan Blangkejeren, tahun anggaran 2023 kembali mencuat setelah Forum Masyarakat Pembela Kebenaran (FMPK) Kabupaten Gayo Lues menyuarakan keresahan publik atas ketidakjelasan penggunaan anggaran tersebut. Ketua FMPK, Syaparudin Telvi, dalam pernyataannya kepada awak media Pada Minggu (1/06/2025) menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas penuh dalam tata kelola keuangan desa. Ia menegaskan bahwa setiap rupiah anggaran negara yang dikucurkan ke desa harus dipertanggungjawabkan secara terbuka dan taat hukum.

Menurut Syaparudin, dana desa yang seharusnya menjadi penopang utama pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kini justru menjadi sumber keresahan karena banyaknya indikasi ketidakwajaran dalam penggunaannya. Ia menyerukan agar aparat penegak hukum, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun inspektorat, segera turun tangan untuk menyelidiki laporan yang beredar di masyarakat. FMPK, kata Syaparudin, telah melakukan pengumpulan data dan menemukan banyak titik rawan penyimpangan dalam realisasi anggaran desa tersebut.

Diketahui bahwa Dana Desa Kute Sange tahun 2023 berjumlah Rp773.455.000,- yang disalurkan dalam tiga tahap, yakni Rp326.236.500 pada tahap pertama, Rp229.036.500 pada tahap kedua, dan Rp208.182.000 pada tahap ketiga. Namun, berdasarkan pemantauan FMPK, alokasi dan realisasi dana tersebut dinilai tidak transparan, bahkan beberapa program penggunaan anggaran dinilai mencurigakan dari sisi efektivitas dan kemungkinan markup.

FMPK mencatat bahwa dana sebesar Rp35.307.250,- dialokasikan untuk penyertaan modal desa, sementara Rp33.892.180,- digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi sumber air bersih seperti mata air, tandon air hujan, dan sumur bor. Sebesar Rp12 juta digunakan untuk pemeliharaan fasilitas pengelolaan sampah desa, dan Rp23 juta untuk pemeliharaan sanitasi permukiman seperti gorong-gorong dan parit. Dukungan terhadap program rehabilitasi rumah tidak layak huni hanya mendapat porsi Rp3.395.000,- yang dinilai sangat tidak proporsional mengingat kondisi sosial ekonomi warga.

Dana untuk pemeliharaan sarana transportasi desa sebesar Rp2.480.000,- dan penyelenggaraan informasi publik seperti baliho serta laporan pertanggungjawaban senilai Rp1.000.000,- juga menjadi sorotan, karena tidak ada jejak visual atau bukti publikasi yang dapat diakses masyarakat. Penyelenggaraan posyandu menghabiskan anggaran Rp32.067.920,-, sementara sanggar seni dan sanggar belajar mendapat porsi yang mencolok, yakni Rp85 juta. FMPK mempertanyakan urgensi alokasi yang begitu besar terhadap sektor tersebut, sementara sektor lain yang menyentuh langsung kebutuhan dasar warga justru terabaikan.

Pendidikan anak usia dini atau PAUD mendapat Rp9.200.000,-, dan penyelenggaraan pendidikan nonformal seperti TPA dan TPQ sebesar Rp62.163.000,-. Namun yang paling mencurigakan adalah dana keadaan mendesak yang dicairkan empat kali dengan nilai masing-masing Rp24.300.000,-. Total Rp97.200.000,- dicairkan tanpa kejelasan peristiwa apa yang dianggap sebagai kondisi darurat, dan bagaimana mekanisme verifikasi kebutuhan tersebut dilakukan. FMPK menilai ini sebagai celah korupsi yang seringkali dipakai oleh oknum untuk menyerap dana secara instan tanpa proses audit publik yang layak.

Pengiriman kontingen kesenian dan kebudayaan desa menghabiskan Rp12.940.000,-, sementara pembangunan pos keamanan desa untuk ronda malam dan jadwal patroli mendapatkan Rp18 juta. Pembinaan PKK desa dialokasikan Rp11.100.000,- dan penyelenggaraan festival serta lomba kepemudaan mencapai Rp50.050.000,-. Alokasi ini dianggap tidak masuk akal mengingat skala desa yang kecil, sementara kebutuhan dasar seperti penguatan ketahanan pangan, sanitasi, dan pendidikan belum terjawab dengan memadai.

Dana peningkatan kapasitas kepala desa sebesar Rp30 juta, dan peningkatan produksi tanaman pangan seperti pengadaan alat penggilingan padi dan jagung menelan Rp152.691.000,-. Sementara itu, operasional pemerintahan desa yang bersumber dari dana desa berjumlah Rp22.103.650,-, termasuk penyusunan dokumen keuangan Rp4.955.000,- dan penyediaan sarana aset tetap perkantoran Rp22.800.000,-. Dana operasional BPD seperti rapat, seragam, dan alat tulis menelan Rp10 juta, sementara penghasilan tetap dan tunjangan untuk perangkat desa Rp6 juta dan untuk kepala desa Rp12 juta.

Syaparudin menyatakan bahwa FMPK tidak ingin pengelolaan dana publik menjadi ladang basah bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Ia menegaskan bahwa pihaknya sedang menyiapkan laporan resmi ke penegak hukum disertai bukti awal dan analisis keuangan desa. “Kami ingin ini menjadi pelajaran bagi seluruh desa di Gayo Lues. Uang negara itu bukan warisan pribadi kepala desa. Harus ada akuntabilitas,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat harus berani bersuara dan tidak takut melaporkan dugaan penyimpangan kepada lembaga berwenang. “FMPK akan terus mendampingi warga yang ingin melaporkan pelanggaran. Korupsi desa harus dilawan dari akar,” tegasnya.

FMPK berharap aparat penegak hukum tidak menutup mata terhadap persoalan ini. Ketika dana desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru digunakan secara tidak jelas, maka efek domino kerusakan sosial akan sulit dihindari. Syaparudin menutup pernyataannya dengan ajakan kolaboratif: “Sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan APH adalah satu-satunya jalan agar pembangunan desa benar-benar berpihak pada rakyat, bukan segelintir elit.” (TIM)

Berita Terkait

Polres Gayo Lues Gelar Aksi Donor Darah Sambut Hari Bhayangkara ke-79: Wujud Nyata Kepedulian dan Sinergitas Lintas Sektoral
Gubernur Aceh Muzakir Manaf Lakukan Takziah ke Rumah Duka Alm. Japar (Ama Uwe) di Gayo Lues
Tokoh Masyarakat Gayo Lues Sampaikan Keresahan ke Gubernur Aceh atas Plang Larangan Satgas PKH di Kawasan Putri Betung yang Dinilai Tanpa Sosialisasi
Gubernur Aceh Kunjungi Gayo Lues, Bupati Minta Perlindungan bagi Warga yang Tinggal di Kawasan TNGL
Pemkab Gayo Lues Gelar Lelang Terbuka 2025: 44 Unit Kendaraan dan Limbah Padat Dilelang Melalui KPKNL Lhokseumawe
LIRA Pertanyakan Pembuangan Limbah B3 dan Izin Air Tanah PT Kencana Hijau Bina Lestari Gayo Lues
PT Kencana Hijau Binalestari Klarifikasi Isu Cerobong Boiler, Tampilkan Dokumentasi Lapangan
Kapolsek Blangkejeren Pimpin Turnamen Tenis Meja Polres Gayo Lues Sambut HUT Bhayangkara ke-79 Tahun 2025

Berita Terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 03:42 WIB

H. Muhammad Ramli Sampaikan Ucapan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H: “Mari Hijrah Menuju Kehidupan yang Lebih Bermakna”

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:53 WIB

Silaturahmi Hangat di Tengah Malam: Gubernur Aceh Hadiri Jamuan Bersama Pimpinan Daerah Aceh Tenggara

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:39 WIB

Tabligh Akbar dan Doa Bersama Warnai Tahun Baru Islam dan Peringatan HUT ke-51 Kabupaten Aceh Tenggara

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:35 WIB

Pemkab Aceh Tenggara Gelar Bakti Sosial Kesehatan Jelang HUT ke-51, Layani Ratusan Pasien di RSUD H. Sahudin

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:31 WIB

Bupati Aceh Tenggara Buka Pameran Pembangunan Jelang Peringatan HUT ke-51, Tampilkan Potensi dan Semangat Menuju Aceh Tenggara Hebat

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:24 WIB

Bupati Aceh Tenggara Buka Seminar Napak Tilas Sastra dan Budaya Aceh II, Dorong Pembentukan Rumah Budaya di Kutacane

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:21 WIB

Bupati Aceh Tenggara Resmi Lepas Karnaval Pelajar SMP dalam Rangka HUT Kabupaten ke-51, Tegaskan Pentingnya Pelestarian Budaya

Kamis, 26 Juni 2025 - 00:12 WIB

Pemerintah Aceh Tenggara Gelar Tabligh Akbar dan Doa Bersama Sambut 1 Muharram 1447 H dan Hari Jadi Kabupaten ke-51

Berita Terbaru