Jakarta – Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, mengungkapkan tim penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TTPU di Dirjen Bea Cukai, dengan tersangka mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP).
“Dua saksi yang diperiksa digedung Merah Putih KPK atas nama Arwanita (Guru) dan Nusa Syafrizal (Wiraswasta),” ujar Ali, dalam keterangannya ke InfoPublik, Senin (7/8/2023).
Lanjut Ali, kedua saksi hadir dan kembali didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dengan sebaran uang Tersangka AP ke berbagai pihak dalam upaya mengaburkan penerimaan gratifikasinya.
Sebelumnya, KPK menahanan mantan Kepala Bea-Cukai Makassar AP sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang (TPPU).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan AP diyakini melakukan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan barang ekspor impor pada kantor pelayanan Bea Cukai Makassar.
“Adanya temuan internal KPK dalam data LHKPN yang diduga tidak sesuai dengan profil, KPK kemudian melakukan penyelidikan, berdasarkan kecukupan bukti permulaan kemudian naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka AP,” kata Alex.
Lanjut Alex, untuk kebutuhan proses penyidikan, AP ditahan selama 20 hari terhitung 7 Juli 2023 hingga 26 Juli 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. “Dugaan penerimaan gratifikasi oleh AP sejauh ini sejumlah sekitar Rp28 Miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut,” kata Alex.
Alex menambahkan, uang gratifikasi tersebut telah digunakan AP untuk keperluan keluarganya. Hingga membeli rumah mewah mencapai puluhan miliar. “Uang hasil gratifikasi AP belanjakan, transfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya. Di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta. Kemudian pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar. Serta pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar,” paparnya.
AP disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, AP turut disangkakan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010. UU tersebut tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.