Bupati Gayo Lues Sampaikan Aspirasi Warga Terkait Plang TNGL kepada Menteri Kehutanan dan Dubes Inggris

Redaksi Bara News

- Redaksi

Jumat, 20 Juni 2025 - 01:21 WIB

50645 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Takengon – Bupati Gayo Lues, Suhaidi, S.Pd., M.Si menghadiri undangan penyambutan dan kunjungan kerja Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, Ph.D., bersama Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, CVO, OBE, yang dilaksanakan di Pendopo Bupati Aceh Tengah, pada 18 Juni 2025.

Kunjungan ini merupakan bagian dari agenda nasional terkait penguatan kerja sama lingkungan hidup antara Indonesia dan Inggris, serta monitoring langsung terhadap implementasi Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah-wilayah konservasi sensitif seperti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

Dalam forum yang bersifat terbuka namun terbatas tersebut, Bupati Suhaidi menyampaikan langsung kepada Menteri Kehutanan bahwa masyarakat Gayo Lues, khususnya yang tinggal di wilayah Kecamatan Putri Betung, saat ini sedang mengalami tekanan psikologis dan ekonomi akibat pemasangan plang kawasan hutan TNGL oleh aparat kementerian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Bupati, pemasangan plang yang menandai kawasan konservasi tersebut dilakukan secara sepihak, tanpa dialog atau sosialisasi yang memadai kepada warga yang telah secara turun-temurun mengelola lahan untuk pertanian, khususnya tanaman kopi, cabai, dan palawija.

“Banyak warga kami yang mendadak merasa diusir dari tanah mereka sendiri. Tanpa sosialisasi, tanpa pemetaan yang transparan, tiba-tiba lahan yang mereka kelola selama puluhan tahun dipasang plang bertuliskan ‘Kawasan TNGL – Dilarang Beraktivitas.’ Ini menimbulkan keresahan yang nyata dan berpotensi menciptakan konflik horizontal,” tegas Suhaidi di hadapan Menteri Kehutanan dan rombongan.

Ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Gayo Lues mendukung konservasi lingkungan dan pelestarian hutan, namun pelaksanaannya harus mengedepankan prinsip keadilan sosial dan tidak merugikan masyarakat adat maupun petani lokal.

Menanggapi pernyataan tersebut, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan bahwa kementeriannya siap membuka ruang dialog dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi terbaik atas persoalan ini.

“Kami mendengar langsung dari Bupati Gayo Lues. Ini penting karena pelaksanaan Perpres tidak boleh menutup mata terhadap fakta sosial di lapangan. Kami akan bentuk tim khusus yang akan mengkaji ulang batas kawasan dan melakukan verifikasi bersama masyarakat serta Pemkab,” jelas Raja Juli.

Ia menambahkan, pemerintah pusat tidak ingin kebijakan nasional yang bertujuan melindungi hutan justru mengorbankan kehidupan rakyat kecil. Oleh karena itu, pendekatan partisipatif akan menjadi prioritas dalam menindaklanjuti laporan dari daerah-daerah seperti Gayo Lues.

Sementara itu, Duta Besar Inggris Dominic Jermey menyampaikan dukungannya terhadap komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga kawasan konservasi seperti TNGL yang juga masuk dalam program prioritas global untuk mitigasi perubahan iklim. Namun, ia juga menggarisbawahi pentingnya memperhatikan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal.

“Pengalaman global menunjukkan bahwa konservasi yang berhasil adalah konservasi yang inklusif. Kami mengapresiasi keterbukaan dari pemerintah daerah seperti Gayo Lues yang berani menyuarakan kepentingan masyarakatnya,” ujar Dominic Jermey.

Kunjungan kerja ini menjadi momentum penting dalam merumuskan kebijakan kehutanan yang lebih adil dan kontekstual. Dalam waktu dekat, dijadwalkan akan digelar pertemuan lanjutan antara Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, Kementerian Kehutanan, serta pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan pemetaan ulang kawasan hutan di Putri Betung secara partisipatif.

Pemerintah Gayo Lues juga berencana membentuk tim terpadu bersama akademisi, tokoh adat, dan perwakilan masyarakat sipil guna mengawal proses verifikasi dan penataan ulang batas kawasan yang dinilai bermasalah. Tujuannya adalah memastikan bahwa kebijakan konservasi tidak berubah menjadi alat penindasan terhadap rakyat. (Abdiansyah)

Berita Terkait

Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren Vonis 155 Bulan Penjara Pelaku Perkosaan Anak
Waspada Akun Palsu! Oknum Mengaku Sebagai Bupati Gayo Lues Suhaidi, S.Pd., M.Si
Bupati Aceh Tengah Resmi Lepas Keberangkatan Umrah Perdana Azzikra Pasca-Haji di Masjid Agung Ruhama’ Takengon
Cegah Pergaulan Bebas, Pemkab Gayo Lues Larang Remaja Berkumpul di Tempat Sepi
LSM Bongkar Dugaan Overlap dan Pengulangan Kegiatan Dana Desa Pintu Rime 2024, Desak APH Turun Tangan
Ziarah ke Makam Tgk. Tambak Malem, Jejak Penyebar Islam dari Tanah Gayo hingga Karo
Cerita “Dari Tagore ke Tagore”: Awal Berpemulon, Akhir Bepemungen
PT Gayo Lues Mentalu Perkasa Teken MoU dengan Kejaksaan Untuk Pendampingan Penanganan Hukum

Berita Terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 09:02 WIB

Bea Cukai Aceh Ungkap 4,5 Ton Narkotika Semester Pertama 2025, Separuh dari Total Nasional

Jumat, 11 Juli 2025 - 20:03 WIB

BenQ dan Datascrip Perkuat Pengadaan Digital Berbasis Produk Lokal di Aceh

Jumat, 11 Juli 2025 - 11:49 WIB

M Hawanis Ketua LSM Rambu Darat Apresiasi Dinas ESDM Aceh, Sumur Minyak Rakyat Menuju Legalitas

Jumat, 11 Juli 2025 - 01:48 WIB

Museum Tsunami Aceh Gelar Pameran Temporer, Ajak Masyarakat Siaga Hadapi Bencana

Rabu, 9 Juli 2025 - 16:22 WIB

Penerimaan Bea Cukai Aceh Semester I 2025 Tembus Rp1,13 Triliun, Naik Dua Kali Lipat

Selasa, 8 Juli 2025 - 10:31 WIB

KKN USM 2025: Dari Pembekalan Menuju Pengabdian Berdampak

Selasa, 8 Juli 2025 - 01:44 WIB

Bea Cukai Aceh Berikan Pembebasan Bea Masuk Lebih dari 1,5 Juta Dolar AS untuk Dukung Investasi Hulu Migas dan Ketahanan Energi Nasional

Minggu, 6 Juli 2025 - 22:46 WIB

Ribuan Warga Terima Sajikan Bubur Kanji Asyura untuk Warga Dari DPW GR Aceh

Berita Terbaru