Kutacane — Suasana monitoring dan evaluasi (Monev) Pembayaran Pajak Dana Desa yang digelar Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, Jumat (7/11/2025), berlangsung dinamis dan sempat memanas. Bertempat di Aula Offroom Sekretariat Daerah, kegiatan itu diikuti oleh ratusan kepala desa, camat, kepala OPD, dan dipimpin langsung oleh Bupati Aceh Tenggara, H. M. Salim Fakhry, S.E., M.M., serta didampingi Sekretaris Daerah Yusrizal, S.T.
Forum yang sejatinya dimaksudkan sebagai penguatan pemahaman terhadap kewajiban pajak Dana Desa tersebut, berubah menjadi diskusi terbuka dengan berbagai pandangan kritis dari para peserta, terutama Penjabat (Pj) kepala desa. Salah satu isu yang mencuat adalah keberatan sejumlah Pj kepala desa terkait beban pajak yang disebut-sebut berasal dari masa jabatan kepala desa sebelumnya. Mereka mengungkapkan bahwa hal tersebut menimbulkan kebingungan dan ketidakadilan, sebab tanggung jawab administratif pada masa lalu tak semestinya serta merta dibebankan kepada pejabat yang menjabat di masa kini.
“Kami bukan menjabat pada masa itu. Jadi seharusnya tanggung jawabnya diklarifikasi dulu, bukan langsung dibebankan kepada kami,” ujar seorang Pj kepala desa yang disambut anggukan sejumlah peserta lain.
Sebagian peserta juga menekankan adanya ketidaksesuaian antara nominal pajak yang tercatat oleh instansi pajak dengan data pengelolaan Dana Desa versi desa. Mereka menilai, sebelum diminta melunasi kewajiban tersebut, perlu ada penyamaan persepsi dan penyesuaian data yang valid agar tidak terjadi kesalahan pembayaran.
Pihak dari program Pemutakhiran dan Pembinaan Kepatuhan Pajak (P2KP) yang hadir dalam forum menjelaskan bahwa kegiatan ini baru merupakan tahap awal dari proses pencocokan data. Mereka menyebutkan belum ada keputusan final terkait penetapan nominal yang harus dibayarkan, karena data masih terus diverifikasi di berbagai tingkatan.
“Ini belum kongkrit. Kita masih di tahap awal P2KP. Tujuannya untuk mencocokkan data dan memberikan pemahaman dulu kepada aparatur desa,” jelas seorang perwakilan dari tim pajak.
Sejumlah camat turut memberikan respons terhadap ketegangan di lapangan. Camat Bukit Tusam, Syukri, S.E., menyarankan agar pendekatan persuasif lebih dikedepankan melalui sosialisasi yang masif di tingkat dasar. Ia menilai, komunikasi yang belum merata dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berpengaruh pada semangat kerja para kepala desa.
“Kalau seperti ini, sebaiknya disosialisasikan dulu agar tidak salah paham. Jangan sampai Pj kepala desa justru memilih mundur karena merasa terbebani,” katanya.
Pernyataan lebih tegas disampaikan Camat Lawe Sumur, Ardian Busra, S.STP, M.A., yang mendorong pemerintah daerah agar secara resmi menyurati kepala desa periode sebelumnya yang tercatat masih memiliki tanggungan pajak. Hal ini menurutnya penting untuk menghindari terjadinya beban ganda pada penjabat saat ini.
“Harus ada surat kepada kepala desa lama kalau masih ada tanggungan. Jangan semua dibebankan ke pejabat sementara,” ujarnya.
Masukan senada juga datang dari Kepala Desa Kuning II, Julkipli, yang meminta agar kebijakan ini disertai dokumentasi resmi sejak awal Dana Desa bergulir, agar tidak menimbulkan multitafsir di desa.
Sebagai penutup tanggapan dari unsur P2KP, mereka menegaskan bahwa pembayaran akan diarahkan berdasarkan masa jabatan masing-masing kepala desa, sembari dilakukan penelusuran mengenai tanggungan sebelumnya yang belum tuntas secara administratif.
“Silakan dibayar sesuai masa menjabat saja. Yang lama nanti kita telusuri lebih lanjut,” tegas mereka.
Tidak hanya menyampaikan keluhan, beberapa kepala desa juga mengusulkan inovasi. Pj Kepala Desa Lawe Pangkat, Anwar, mengungkapkan perlunya apresiasi kepada desa yang tertib dan taat terhadap kewajiban perpajakan. Menurutnya, insentif atau reward nyata dapat menumbuhkan semangat kepatuhan pajak secara menyeluruh di tingkat desa.
“Kalau bisa, desa yang taat pajak jangan hanya diberi piagam. Berikan reward nyata agar jadi contoh bagi yang lain,” ujar Anwar yang mendapat sambutan tepuk tangan dari para hadirin.
Menanggapi dinamika tersebut, Bupati Salim Fakhry memastikan akan menampung seluruh masukan dan menjadikan forum ini sebagai cerminan untuk mengambil kebijakan yang adil. Ia menekankan agar pendekatan pembinaan menjadi fokus utama, bukan penghukuman, dalam konteks perpajakan Dana Desa.
Pemkab Aceh Tenggara melalui kegiatan ini menunjukkan secara terbuka langkah awal untuk menata kepatuhan perpajakan di tingkat pemerintahan desa. Pendekatan yang humanis, adil, dan transparan menjadi harapan bersama dalam mendorong tata kelola Dana Desa yang lebih akuntabel dan berdampak nyata bagi masyarakat. (ZUL)













































