Jakarta — Pemerintah Indonesia tengah menyoroti serius kasus temuan radiasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri milik PT Bahari Makmur Sejati (BMS), Banten. Hasil investigasi awal dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengungkap bahwa puluhan fasilitas industri di kawasan tersebut terkontaminasi oleh zat radioaktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Menurut laporan Reuters (8 Oktober 2025), sedikitnya 22 pabrik di kawasan industri dekat Jakarta terdeteksi mengandung paparan radiasi Cs-137. Temuan ini memicu kekhawatiran luas lantaran bahan tersebut umumnya digunakan dalam peralatan industri seperti pengukur kerapatan atau level bahan, namun bisa menjadi ancaman serius bila bocor ke lingkungan.
Bapeten menjelaskan bahwa sumber radiasi berasal dari limbah logam yang tidak dikelola sesuai standar keselamatan. Limbah yang mengandung Cs-137 diduga telah tercampur dalam proses peleburan di fasilitas pengolahan milik PT Bahari Makmur Sejati.
“Ditemukan kontaminasi pada beberapa titik di area industri yang menggunakan bahan logam dari sumber yang sama,” kata Kepala Bapeten Indra Gunawan, dikutip dari Tempo.co (9 Oktober 2025). Ia menegaskan bahwa pemerintah segera melakukan isolasi area terdampak dan melakukan dekontaminasi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui juru bicaranya, Nunu Anugrah, menuturkan bahwa tim terpadu telah diturunkan untuk menilai tingkat risiko terhadap masyarakat sekitar. “Kami bekerja sama dengan Bapeten dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memastikan paparan radiasi tidak menjangkau pemukiman,” ujarnya, dikutip dari Mongabay.co.id (10 Oktober 2025).
Radiasi Cs-137 dikenal sangat berbahaya karena memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, artinya zat ini tetap aktif dan memancarkan energi ionisasi tinggi selama beberapa dekade. Bila masuk ke tubuh manusia, Cs-137 dapat menumpuk di jaringan otot dan memicu gangguan sel, kanker, hingga kerusakan sistem saraf.
Ahli fisika nuklir dari Universitas Indonesia, Dr. Heru Santoso, menuturkan bahwa insiden ini menunjukkan lemahnya pengawasan limbah industri berbasis logam di Indonesia. “Bahan radioaktif seperti Cs-137 tidak boleh sembarangan ditransaksikan sebagai limbah besi tua. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi potensi kejahatan lingkungan,” katanya kepada BeritaSatu (11 Oktober 2025).
Pemerintah kini tengah menelusuri rantai distribusi logam bekas yang masuk ke fasilitas PT Bahari Makmur Sejati. Polisi dan Bapeten menduga ada praktik penjualan ilegal sumber radioaktif dari peralatan bekas industri yang telah rusak atau tak lagi digunakan.
Kasus ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah kontaminasi radiasi di Indonesia sejak temuan serupa di Batan Indah, Serpong, pada 2020 silam. Bapeten menegaskan bahwa seluruh area yang terpapar kini telah ditutup sementara, dan pekerja di sekitar lokasi menjalani pemeriksaan kesehatan menyeluruh.
“Prioritas utama kami adalah keselamatan masyarakat dan pekerja. Semua langkah remediasi akan dilakukan sesuai standar internasional IAEA,” tegas Indra Gunawan.
Dengan temuan ini, pemerintah diharapkan memperketat pengawasan terhadap peredaran bahan radioaktif di sektor industri. Sebab, sebagaimana dikatakan Dr. Heru, “Satu kebocoran kecil saja bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang tak terlihat—seperti racun yang sabar menunggu waktunya.” (*)