Banda Aceh — Penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh menahan mantan Kepala Kantor Pos Cabang Pembantu (KCP) Rimo, Kabupaten Aceh Singkil, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi dengan modus transaksi fiktif.
Tersangka berinisial DW (43) itu diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,96 miliar. Penahanan dilakukan usai penyidik menetapkan DW sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang juga dihadiri perwakilan dari Kepolisian Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Mabes Polri.
“Penahanan dilakukan setelah DW ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini menjadi perhatian karena adanya kerugian negara mencapai hampir dua miliar rupiah,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh, Komisaris Besar Polisi Zulhir Destrian, di Banda Aceh, Selasa (30/9).
Menurut Zulhir, penyidikan dimulai dari serangkaian tahapan pemeriksaan, termasuk pemeriksaan terhadap 21 orang saksi. Selain itu, penyidik juga melakukan penyitaan uang tunai sebesar Rp67,5 juta serta 85 bundel dokumen yang berkaitan dengan operasional KCP Rimo.
Bentuk korupsi yang dilakukan DW terungkap lewat sejumlah transaksi mencurigakan lewat dua layanan keuangan PT Pos Indonesia, yaitu aplikasi Wesel Pos (cash to account) dan Pospay (cash in giro). DW diduga menyalahgunakan kedudukannya sebagai penanggung jawab operasional keuangan dengan membuat transaksi fiktif.
“Prosedur otorisasi transaksi yang seharusnya ketat diabaikan. Tersangka kemudian memanipulasi laporan pertanggungjawaban harian (berkas N2) agar seolah-olah transaksi sah dan sesuai aturan, padahal dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi, salah satunya investasi,” jelas Zulhir.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh memperkuat dugaan korupsi tersebut. Audit tersebut menghitung nilai kerugian negara secara pasti, serta didukung oleh keterangan ahli auditor.
DW diketahui menjabat sebagai manajer cabang PT Pos Indonesia KCP Rimo pada periode terjadinya tindak pidana tersebut, yakni sepanjang tahun 2024. Melalui jabatannya, DW memiliki akses dan wewenang penuh terhadap dana operasional kantor pos.
“Faktanya, seluruh dana dalam penguasaan tersangka digunakan untuk transaksi fiktif. DW telah menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara,” kata Zulhir.
Atas perbuatannya, DW dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara serta denda hingga Rp1 miliar.
Polda Aceh menyatakan akan terus mengembangkan kasus tersebut sebagai bentuk komitmen dalam pemberantasan korupsi, khususnya di lingkungan pelayanan publik dan lembaga keuangan negara.













































