Jakarta — Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri kembali mengungkap praktik kejahatan terhadap satwa dilindungi. Kali ini, penyidik menetapkan dua orang tersangka dalam kasus penjualan ilegal sisik trenggiling, yakni RK sebagai pencari dan penyedia barang, serta A sebagai pelaku yang berperan menjual sisik tersebut ke pihak lain.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, menjelaskan bahwa kedua tersangka telah ditahan oleh penyidik untuk proses hukum lebih lanjut. Pengungkapan ini merupakan hasil dari penyelidikan mendalam terhadap jaringan perdagangan satwa liar yang selama ini merugikan ekosistem dan membahayakan keberlangsungan spesies langka di Indonesia.
Menurut Brigjen Nunung, sisik trenggiling memiliki nilai jual sangat tinggi, baik di pasar ilegal dalam negeri maupun internasional. Sisik ini biasanya dicari untuk keperluan pengobatan tradisional, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah potensi penyalahgunaannya sebagai bahan dasar dalam produksi narkotika jenis sabu.
“Sisik trenggiling ini bernilai tinggi, diminati untuk pengobatan tradisional, dan yang lebih parah, juga bisa disalahgunakan sebagai bahan pembuatan sabu,” ujar Brigjen Nunung dalam keterangan pers pada Rabu, 11 Juni 2025.
Ia menyebutkan bahwa dalam kasus ini, upaya pelaku untuk menjual sisik trenggiling kepada jaringan narkotika berhasil digagalkan oleh tim penyidik sebelum transaksi berlangsung. Pengungkapan ini tidak hanya menyelamatkan satwa yang dilindungi dari eksploitasi, tetapi juga mencegah masuknya bahan baku ilegal ke dalam rantai produksi narkoba.
“Modus yang digunakan para pelaku adalah memperjualbelikan secara ilegal sisik trenggiling demi keuntungan pribadi, tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekosistem dan lingkungan. Ini jelas merupakan bentuk kejahatan terhadap alam,” tegas Brigjen Nunung.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenai jerat hukum berdasarkan Pasal 40 Ayat 1 huruf F juncto Pasal 21 Ayat 2 huruf C Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman pidana yang dikenakan sangat berat, yaitu hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
Bareskrim Polri menegaskan bahwa perlindungan terhadap satwa liar dan habitatnya merupakan bagian penting dari upaya nasional menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah penyalahgunaan hasil-hasil kejahatan lingkungan untuk tindak pidana lain, seperti narkotika.
Brigjen Nunung juga mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur keuntungan dari perdagangan satwa dilindungi. Ia menekankan bahwa aparat akan terus menindak tegas pelaku yang terlibat dalam rantai kejahatan ini, baik di tingkat pencari, pengumpul, maupun jaringan penjual dan pembeli.
“Kami mengajak semua pihak untuk menjaga kelestarian alam Indonesia. Satwa langka seperti trenggiling punya peran penting dalam ekosistem dan harus kita jaga bersama,” pungkasnya. (*)