Lhokseumawe, Pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2024, tepat 5 hari pasca HUT Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-79 tahun, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan fenomena buruk yang merusak esensi negara demokrasi berupa pelaksanaan rapat oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dalam rangka membuat aturan untuk menggantikan putusan penolakan gugatan perkara nomor 80/PUU-XXI/2024 yang di gugat oleh Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut merupakan sikap bertolak belakang sesuai amanat dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sehingga seharusnya semua pihak menghormati putusan tersebut.
Andika Pranata Ginting, Kader PMII Universitas Malikussaleh, mengatakan hal tersebut merupakan rasa ketakutan oleh sekolompok oligarki yang terjegal kekuasaan.
“Dengan kondisi yang terjadi seperti ini, Presiden Joko Widodo beserta segenap partai politik pendukungnya tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi dan pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol yang berarti dari lembaga legislative melalui upaya revisi UU Pilkada, seolah ia melupakan hukum, bahkan melebihi hukum dan sendi-sendi konstitusionalisme,” Tegasnya.
Kader PMII tersebut juga menambahkan, bahwa hal yang terjadi tersebut seperti persoalan yang terjadi pada pemilihan presiden baru-baru ini.
“Kalau kita lihat problem yang terjadi, sama kasusnya dengan sebelum pemilihan presiden yang baru saja dilaksanakan bulan februari lalu, Mahkamah konstitusi mengabulkan perubahan aturan dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan Presiden Joko Widodo melalui anak sulungnya Gibran rakabuming Raka,” Ujar Andika.
Andika menegaskan bahwa akan melakukan gerakan aksi demonstrasi di Kota Lhokseumawe dengan mengajak beberapa Aliansi Mahasiswa sebagai bentuk protes atas kebijakan yang menurutnya sama sekali tidak mencerminkan sistem demokrasi yang ada di Republik Indonesia.