GAYO LUES | Dua pekan setelah banjir bandang dan tanah longsor menerjang Kabupaten Gayo Lues, Aceh, suara-suara harapan dari para penyintas mulai menggema dari pengungsian. Salah satunya datang dari warga Kampung Agusen, Kecamatan Blangkejeren, yang mengunggah langsung kondisi mereka melalui sebuah video singkat di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh akun Facebook bernama Suryani Agustina pada 12 Desember 2025 pukul 04.30 WIB. Dalam keterangannya, ia menulis, “Aku sempat mengeluh dengan keadaan banjir yang terjadi tanggal 26 November dan dampaknya masih sampai sekarang, apalagi yang berhubungan dengan pemasukan. Dengan keadaan sekarang yang semua serba mahal dan semua serba langka.”
Video berdurasi 48 detik itu menampilkan seorang perempuan yang menyampaikan permohonan bantuan secara langsung, dengan nada tulus dan terbata-bata. Hingga kini, unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 2.800 kali dan mendapat puluhan reaksi dari warganet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kepada Bapak, kami minta tolong, rumah kami hanyut, Pak. Di Kampung Agusen, Kecamatan Belangkejeren, kami sekarang tinggal di pengungsian,” ucapnya dalam video tersebut.
Ia menjelaskan bahwa rumah-rumah warga hancur diterjang banjir, lahan-lahan perkebunan rusak akibat longsor, dan hingga hari ini belum ada kepastian kapan mereka bisa kembali ke kampung halaman. Anak-anak tak bisa lagi bersekolah, sementara usaha untuk memulihkan penghidupan masyarakat nyaris tak berjalan.
“Mau usaha tidak berani karena perkebunan longsor, Pak. Tidak ada duit. Anak mau sekolah, tidak bisa. Jadi kami sekarang ke mana, Pak? Kami minta tolong kepada Bapak, segeralah bantu rumah kami,” ujarnya, sambil berharap ada kepedulian yang datang dari pihak berwenang.
Keluh kesah tersebut kini menyebar luas di media sosial dan menjadi gambaran nyata tentang kondisi yang dialami para pengungsi di wilayah terdampak. Ungkapan kesulitan hidup pascabencana, tidak hanya mencerminkan kehilangan secara fisik, tetapi juga tekanan mental dan ketidakpastian masa depan yang dirasakan warga, khususnya di desa-desa terpencil seperti Kampung Agusen.
Hingga kini, pemerintah daerah bersama TNI, Polri, dan lembaga-lembaga kemanusiaan terus berupaya menyalurkan bantuan ke desa-desa terdampak, meski masih menghadapi berbagai kendala, seperti cuaca buruk, akses jalan terputus, dan terbatasnya logistik serta bahan bakar.
Melalui video yang kini banyak dibagikan, warga juga secara langsung meminta perhatian dari pemerintah pusat. Mereka berharap agar penanganan bencana tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi juga mendapat intervensi konkret dari Jakarta—terutama dalam pembangunan kembali rumah warga, akses pendidikan, pemulihan ekonomi, hingga jaminan sosial bagi korban bencana.
Permintaan ini mencerminkan besarnya harapan warga agar negara benar-benar hadir dan tidak membiarkan mereka menghadapi bencana sendirian. Intervensi pusat dinilai penting untuk mempercepat proses pemulihan, memastikan keadilan dalam distribusi bantuan, serta menjawab kerentanan yang kian membesar seiring waktu.
Kisah dari Kampung Agusen menjadi potret nyata dari banyak titik terdampak bencana di pedalaman Aceh. Di tengah keterbatasan, media sosial menjadi jembatan komunikasi antara warga dan pemerintah. Harapan pun disampaikan dari balik tenda pengungsian—agar hidup tak berhenti hanya karena bencana, dan agar negara tak diam melihat rakyatnya bertahan sendirian. (*)


































