Aceh Singkil – Media sosial tengah diramaikan oleh kisah pilu seorang wanita asal Aceh Singkil yang mendadak diceraikan oleh suaminya, hanya dua hari sebelum pelantikan dan penyerahan Surat Keputusan (SK) sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Perempuan tersebut, dikenal dengan nama Safitri melalui akun Facebook “Safitri Alshop Aceh”, membagikan kisah hidupnya yang kini mendapat sorotan luas dan mengundang empati warganet dari berbagai daerah.
Dalam video yang beredar, Safitri terlihat diantar oleh sejumlah tetangga menaiki mobil L300 dengan barang-barang rumah tangga yang telah ia kemas. Ia pulang ke kampung halamannya di wilayah Aceh Selatan, meninggalkan rumah tangga yang baru saja berakhir. Suasana perpisahan dalam video tersebut tampak sarat emosi. Beberapa tetangga tampak menangis sambil memeluk sang perempuan, menandakan kedekatan dan simpati atas musibah rumah tangga yang dialaminya.
Melalui unggahan klarifikasi di akun Facebook-nya, Safitri membenarkan bahwa ia resmi diceraikan suaminya pada tanggal 15 Agustus 2025, hanya dua hari sebelum sang suami dilantik dan menerima SK PPPK pada 17 Agustus. Dalam beberapa komentarnya, ia menuliskan curahan hati yang mampu membuat banyak orang tergerak, termasuk pengakuan bahwa selama ini ia turut menopang perekonomian rumah tangga dengan berjualan sayur dan cabai.
Yang paling menyayat hati dari ceritanya adalah saat ia mengungkap bahwa dirinya sendiri yang membelikan baju Korpri untuk sang suami. Baju itu dibeli menggunakan hasil usaha kecil-kecilan demi mendukung peran suami sebagai calon abdi negara. Namun hanya selang waktu singkat sebelum pencapaian itu resmi diraih, kepercayaannya dikhianati dengan perceraian mendadak yang membuatnya pulang kampung dalam kondisi hampa.
Safitri juga menjelaskan bahwa video yang viral di media sosial telah diunggah dengan sepengetahuannya. Ia tidak mempermasalahkan penyebaran video tersebut, selama itu digunakan untuk menyampaikan kenyataan, bukan untuk menebar aib. Ia bahkan menyebutkan bahwa sebelum meninggalkan rumah sang suami, ia menyempatkan diri meminta maaf kepada mertuanya, meskipun dalam hatinya masih tergores rasa sakit atas perlakuan yang ia terima.
Respons warganet sangat besar. Unggahan-unggahan Safitri dibanjiri komentar simpati, doa, dan dukungan moral. Banyak yang mengapresiasi keberaniannya berbicara tanpa menyebar kebencian, serta memilih bersikap tenang di tengah badai kehidupan. Beberapa netizen bahkan menuliskan bahwa ketegaran Safitri adalah cerminan kekuatan perempuan Aceh yang terbiasa menghadapi cobaan dengan penuh harga diri dan ketabahan.
Kisah ini pun memantik diskusi lebih luas di berbagai platform digital mengenai pentingnya menghargai pasangan yang telah berjuang bersama sejak awal, terutama saat keberhasilan mulai mendekat. Banyak yang menilai, keputusan menceraikan istri jelang pelantikan sebagai PNS atau PPPK merupakan tindakan yang tidak hanya menyakitkan secara pribadi, tetapi juga mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap peran pasangan dalam proses panjang pencapaian itu.
Seiring dengan beredarnya kisah tersebut, suara-suara dukungan untuk Safitri terus mengalir. Masyarakat pun berharap kisah ini dapat menjadi pelajaran bagi banyak orang, terutama dalam menjaga komitmen dan tanggung jawab dalam sebuah hubungan pernikahan. Meskipun masa depannya kini mulai dari titik yang baru, Safitri memilih melangkah dengan kepala tegak dan hati ikhlas, membuktikan bahwa luka bisa menjadi kekuatan, dan perasaan ditinggalkan bisa berubah menjadi dorongan untuk bangkit lebih kuat. (*)