Banda Aceh — Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh melaksanakan eksekusi uqubat cambuk terhadap sembilan terpidana pelanggar Qanun Jinayat yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Eksekusi dilaksanakan secara terbuka di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh, pada Senin (30/9) siang, disaksikan ratusan warga.
Kesembilan terpidana tersebut menjalani hukuman sesuai dengan amar putusan Mahkamah Syariah Banda Aceh, atas pelanggaran terhadap ketentuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, mencakup perkara zina, ikhtilat, dan maisir atau perjudian.
“Ini merupakan pelaksanaan putusan pengadilan syar’i dan menjadi bagian dari upaya penegakan syariat Islam di Aceh. Kejaksaan berkomitmen penuh dalam menjalankan amanah tersebut,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Banda Aceh, Muhammad Kadafi.
Dua terpidana dalam perkara zina, Fachrul Razi dan Cut Ayuna, masing-masing dikenai hukuman sebanyak 100 kali cambuk sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) Qanun Jinayat. Pelaksanaan cambuk terhadap keduanya berlangsung terpisah dan dilakukan oleh algojo yang ditunjuk resmi oleh aparat penegak hukum syariat.
Sementara itu, dalam perkara ikhtilat atau pelanggaran terhadap batas pergaulan non-mahram, dua terpidana lainnya, Safwal dan Yus Nizar, masing-masing menjalani 18 kali cambuk. Eksekusi tersebut merujuk pada Pasal 25 ayat (1) Qanun yang sama.
Lima terpidana lainnya — Agung Pramestu, Fadlisyah, Rio Taufandy, Nurjasa, dan Suryawati — dinyatakan bersalah dalam perkara maisir. Mereka dijatuhi hukuman antara tujuh hingga sembilan kali cambuk setelah terbukti melakukan praktik perjudian.
Sebelum menjalani eksekusi, kesembilan terpidana terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis. Dari hasil pemeriksaan, seluruhnya dinyatakan dalam kondisi fisik yang layak untuk menjalani uqubat cambuk.
Pelaksanaan cambuk berjalan dengan pengamanan ketat aparat dari Satpol PP dan WH serta personel Polresta Banda Aceh. Proses berlangsung kondusif, meskipun cukup menyedot perhatian masyarakat yang memadati area pelaksanaan.
Muhammad Kadafi berharap, eksekusi ini menjadi pelajaran bagi masyarakat luas untuk tidak melanggar ketentuan syariat Islam yang berlaku di Aceh. Ia juga mengimbau masyarakat agar menjadikan hukum positif yang berlaku di Aceh sebagai pedoman dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat.
“Pelaksanaan uqubat cambuk ini bukan sekadar bentuk hukuman, tetapi juga upaya edukatif agar masyarakat senantiasa menjauhi pelanggaran syariat. Penegakan hukum syariat di Aceh akan terus berjalan sesuai dengan koridor peraturan yang berlaku,” katanya.
Penerapan Qanun Jinayat di Aceh merupakan implementasi dari kekhususan daerah dalam kerangka otonomi khusus. Hukum ini mencakup pelanggaran-pelanggaran syariat yang tidak dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti zina, maisir, khamar, dan ikhtilat.
Eksekusi uqubat cambuk yang digelar secara terbuka tersebut menjadi bagian dari prinsip transparansi hukum syariat, sekaligus pengingat publik akan konsekuensi dari pelanggaran terhadap norma-norma agama di Serambi Mekah. (*)












































