JAKARTA, (12/10/2025) — Aktivis dan penulis Rismon Sianipar kembali melontarkan kritik tajam terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia. Dalam pernyataannya yang disampaikan saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club yang dipandu Karni Ilyas, Rismon menyebut bahwa akar dari persoalan di tubuh Polri bukan terletak pada perilaku anggota di lapangan, melainkan pada para pimpinan tertinggi. Ia menyebut para jenderal sebagai pihak yang “kotor dan busuk”, dan menyarankan agar penegakan hukum dimulai dari pucuk pimpinannya.
“Kalau ingin membenahi kepolisian, kasih contoh. Demonstrasikan bagaimana mereka yang pernah menjabat di kepolisian bisa dihukum dengan tegas. Bukan hanya sekadar dimutasi atau diturunkan pangkatnya,” ungkap Rismon.
Ia menantang langsung para petinggi yang mengusung wacana reformasi Polri, termasuk Mahfud MD dan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Ia bahkan meyakini bahwa banyak rakyat, termasuk generasi muda, siap berkorban untuk melawan kebobrokan yang ada bila dibutuhkan.
Rismon juga menyoroti sejumlah kasus besar yang menurutnya tidak pernah dituntaskan secara transparan oleh kepolisian, seperti kasus Jessica Kumala Wongso, buku merah di KPK, peristiwa KM 50, tragedi Kanjuruhan, dan kasus dugaan pembunuhan terhadap Pina di Cirebon. Ia menuding ada praktik manipulasi barang bukti digital, intimidasi terhadap aktivis dan jurnalis, serta absennya integritas dari para ahli yang memberikan keterangan di pengadilan.
“Polisi ahli digital di Bareskrim saja masih bisa menipu hakim. Metadata tidak diketik dibilang typo, ribuan frame hilang juga dianggap sepele,” ucapnya dalam tayangan yang telah tersedia di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club.
Pada kasus KM 50, Rismon menyatakan bahwa rekaman CCTV serta jejak digital penting dihapus, genangan darah dibersihkan, dan tokoh-tokoh yang terlibat justru tidak diperiksa secara forensik. Ia mempertanyakan keadilan dan integritas proses penegakan hukum yang menurutnya tebang pilih.
Bukan hanya tajam terhadap kepolisian, Rismon turut mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membenahi institusi tersebut, terlebih dengan anggaran Polri yang pada 2025 mencapai Rp126 triliun, menjadikannya anggaran terbesar kedua setelah Kementerian Pertahanan. Ia mempertanyakan efisiensi dan akuntabilitas dari dana sebesar itu jika tak mampu melahirkan institusi kepolisian yang bersih dan berintegritas.
“Mendingan bubarkan saja kepolisian ini kalau memang tidak bisa direformasi. Ganti dengan sistem yang jauh lebih transparan dan akuntabel, tanpa budaya jenderal yang justru menjauhkan diri dari rakyat,” katanya.
Pernyataan tersebut menuai berbagai reaksi dari publik. Di media sosial, sebagian besar warganet menyuarakan keberanian Rismon dalam menyampaikan kritik keras, meski sebagian pihak menganggap pendekatannya terlalu konfrontatif. Meskipun demikian, ucapannya dinilai menggambarkan keresahan masyarakat yang selama ini mendambakan penegakan hukum yang adil dan bebas dari kepentingan.
Cuplikan lengkap pernyataan Rismon Sianipar dapat disaksikan melalui kanal YouTube Indonesia Lawyers Club. (*)













































