Jakarta, 30 Juli 2025 — Ada momen tak biasa dalam rapat terbatas yang digelar di Istana Merdeka pada Selasa malam. Di tengah diskusi serius soal evaluasi dan perluasan program Sekolah Rakyat Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto sempat berhenti sejenak—bukan karena persoalan teknis program, melainkan karena selembar buku catatan.
Presiden memeriksa tulisan tangan di buku catatan Menteri Keuangan. Sontak, suasana rapat yang semula formal berubah menjadi lebih akrab. “Untung tulisannya rapi dan baik,” tulis sang Menteri Keuangan dalam unggahan reflektifnya keesokan harinya, disertai emoji senyum dan malu-malu.
Presiden Prabowo, menurut laporan tersebut, mengutarakan keprihatinan terhadap kebiasaan anak-anak dari keluarga tidak mampu yang sering menulis huruf kecil-kecil agar bisa menghemat halaman buku tulis. Sebuah kebiasaan yang menyimpan cerita besar tentang keterbatasan ekonomi dan semangat bertahan di tengah kesenjangan.
Percakapan kemudian melebar, menyentuh soal perubahan zaman dan cara generasi menulis, dari generasi Baby Boomers yang dibiasakan dengan tulisan halus dan rapi, hingga generasi sekarang yang lebih akrab dengan layar sentuh dan aplikasi pencatat di ponsel.
“Saya termasuk orang yang senang menulis di buku catatan dengan pena atau pensil,” ungkap Menkeu dalam narasi pribadinya. Menulis tangan, menurutnya, tidak hanya menjadi cara untuk mencatat ide, tetapi juga sebagai proses menata pikiran dan perasaan secara disiplin dan runtut.
Dalam rapat itu, Presiden bahkan sempat membandingkan tulisan tangan sang Menteri dengan coretan Gus Ipul (Menteri Sosial), yang dinilai lebih “berantakan.” Tawa pun mengisi ruang rapat, sebuah jeda manusiawi di tengah pembahasan yang berkutat dengan angka, data, dan strategi kebijakan.
Namun di balik gurauan, terselip pesan yang dalam: perhatian Presiden terhadap persoalan fundamental akses pendidikan dan fasilitas belajar bagi anak-anak Indonesia, termasuk soal kecil seperti buku tulis dan kebiasaan menulis. Hal-hal yang mungkin luput dari radar kebijakan, tetapi sangat terasa dampaknya di bangku-bangku sekolah rakyat.
Momen di Istana Merdeka malam itu menjadi pengingat bahwa kebijakan besar kerap bersentuhan dengan detail kecil, seperti sebaris tulisan tangan anak di pojok halaman buku tulisnya—huruf-huruf kecil yang mewakili mimpi besar yang ingin diraih. (*)