JAKARTA – Aksi Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang menghentikan dan merazia truk berpelat Aceh (BL) di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, berbuntut panjang. Video razia itu viral di media sosial pada Ahad, 28 September 2025, dan langsung memicu kegaduhan—terutama di Aceh. Amarah publik tak tertahankan, tudingan diskriminatif menguat.
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M. Nasir Djamil, mengecam keras langkah Gubsu Bobby. Ia menyebut tindakan tersebut bukan hanya keliru secara hukum, tapi juga berpotensi memicu konflik horizontal antardaerah. “Ini namanya kebijakan blunder. Bobby jangan buat blunder lagi. Malu!” kata Nasir dengan nada tinggi, Ahad sore.
Menurut Nasir, razia berpelat BL adalah tindakan gegabah dan sama sekali tak berdasar hukum. Ia mempertanyakan kapasitas pribadi Bobby—yang merazia langsung kendaraan di jalan dengan dalih daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tanya Bobby, STNK itu produk hukum nasional atau daerah? Tanyakan juga, apa dia masih akui bendera merah putih sebagai bendera Indonesia? Jangan bikin kebijakan yang mengingkari dasar-dasar negara,” sindirnya tajam.
Politikus asal Aceh ini menegaskan, keberadaan kendaraan dengan pelat BL dijamin konstitusi, selama STNK-nya masih berlaku dan sah. Ia menilai tindakan Bobby sebagai bentuk diskriminatif dan inkonstitusional.
“Tindakan Bobby Ini Berbau Diskriminasi dan Melanggar Hak Dasar Warga Negara”
“Semua jalan nasional dan jalan provinsi itu dibangun pakai APBN dan APBD. Itu uang rakyat. Nggak ada hak Gubernur larang truk Aceh lewat cuma karena beda pelat. Jalan itu milik seluruh rakyat Indonesia,” tegas Nasir.
Lebih lanjut, Nasir menyinggung konflik batas wilayah yang belum lama ini terjadi antara Sumatera Utara dan Aceh, terkait klaim atas empat pulau. Konflik yang belum pulih betul itu, kini diperparah dengan tindakan Bobby merazia kendaraan dari Aceh.
“Belum selesai soal pulau, sekarang bikin ulah lagi soal kendaraan. Ini bisa memperkeruh suasana. Bisa jadi bara api kalau dibiarkan. Bahaya kalau sampai pengusaha atau masyarakat bawah yang bentrok,” ujarnya.
Menurut Nasir, bila memang ada kesenjangan atau masalah teknis transportasi, semestinya Gubernur mengedepankan koordinasi dengan otoritas terkait.
“Kalau ada truk yang melanggar tonase misalnya, ya komunikasikan. Ada aparat, ada perhubungan. Tapi ini malah razia seenaknya, seolah jalan provinsi itu milik pribadi,” tutur Nasir sengit.
Sebagai anggota Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum dan keamanan, Nasir mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan. Ia bahkan menyebut, bila Bobby tetap keras kepala dan terus melanjutkan kebijakan itu, Kepolisian Daerah Sumatera Utara bisa mengambil langkah hukum terhadap sang Gubernur.
“Kalau Bobby ngotot terus, saya minta Polda Sumut amankan dia. Ini kebijakan yang mengancam ketertiban umum dan bisa memicu konflik sosial. Jangan main api dengan rakyat,” ujarnya.
“Gubernur Seharusnya Jembatani Wilayah, Bukan Pecah Belah Rakyat”
Nasir mengingatkan, peran kepala daerah adalah menjembatani hubungan antarwilayah, bukan menambah sekat. Dalam situasi seperti ini, menurutnya, Bobby telah menyalakan bara konflik yang mengintai stabilitas daerah.
“Gubernur seharusnya menjaga harmoni. Kebijakan Bobby justru sebaliknya: picik dan beraroma adu domba. Kalau konflik sosial sampai terjadi, Bobby harus bertanggung jawab,” pungkas Nasir.


































