Jakarta — Presiden Prabowo Subianto menegaskan sikap tegas pemerintahannya dalam memberantas praktik tambang ilegal yang merugikan negara. Dalam Pidato Kenegaraan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025), Prabowo menekankan tidak ada kekuatan mana pun, termasuk jenderal aktif maupun purnawirawan, yang boleh melindungi aktivitas tambang ilegal.
“Saya beri peringatan apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal-jenderal dari mana pun, apakah jenderal dari TNI, atau jenderal dari polisi, atau mantan jenderal, tidak ada alasan! Kami akan bertindak atas nama rakyat,” ujar Presiden Prabowo dengan suara lantang di hadapan lebih dari 600 anggota dewan, jajaran menteri, serta tamu undangan.
Prabowo menegaskan dirinya tidak akan mundur menghadapi pihak mana pun yang mencoba menjadi beking para pengusaha tambang ilegal. Dengan latar belakang militer yang panjang, ia menegaskan sudah memahami berbagai cara yang dilakukan untuk menghalangi penegakan hukum.
“Saya sudah lama menjadi orang Indonesia. Segala ulah, apalagi saya ini senior, mantan tentara. Jadi, junior-junior itu jangan macam-macam ya,” ucap Prabowo, disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo mengungkapkan data mencengangkan terkait maraknya tambang ilegal. Berdasarkan laporan aparat penegak hukum, terdapat sedikitnya 1.603 tambang ilegal di berbagai daerah. Dari jumlah itu, 1.063 di antaranya menghasilkan potensi kerugian negara minimal Rp300 triliun per tahun.
“Ini bukan angka kecil. Rp300 triliun hilang dari kekayaan negara akibat aktivitas ilegal ini. Itu sebabnya, saya tidak akan kompromi,” tegas Prabowo.
Pemerintah, menurut Prabowo, tengah mempersiapkan langkah penindakan menyeluruh yang melibatkan berbagai lembaga, mulai dari aparat penegak hukum, kementerian terkait, hingga pengawasan politik di parlemen. Ia menekankan bahwa pemberantasan tambang ilegal tidak boleh setengah hati karena dampaknya tidak hanya pada kerugian negara, tetapi juga pada kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat sekitar lokasi tambang.
Presiden Prabowo juga meminta dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa, termasuk parlemen, partai politik, dan masyarakat sipil.
“Saya minta dukungan seluruh MPR. Saya minta dukungan seluruh partai politik untuk mendukung ini demi rakyat kita,” kata Prabowo.
Ia menegaskan, tanpa dukungan politik yang kuat, upaya memberantas mafia tambang akan menghadapi banyak hambatan. Namun, ia berjanji bahwa pemerintah tidak akan mundur dalam melaksanakan amanat rakyat.
Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2025 dan Sidang Bersama DPR dan DPD RI digelar dalam rangka peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI. Acara berlangsung khidmat sejak pagi dengan diawali pidato pembuka Ketua MPR RI Ahmad Muzani. Setelah itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pidato pengantar Sidang Bersama.
Rangkaian sidang juga menampilkan tayangan video mengenai program-program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto selama satu tahun terakhir. Tayangan tersebut memaparkan capaian di bidang ekonomi, pertahanan, ketahanan pangan, serta peningkatan kesejahteraan rakyat.
Selain jajaran menteri Kabinet Merah Putih, sidang turut dihadiri tokoh-tokoh nasional, antara lain Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Presiden ke-7 Joko Widodo, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Wapres ke-11 Boediono, dan Wapres ke-13 Ma’ruf Amin. Hadir pula perwakilan negara sahabat dan pimpinan partai politik.
Usai Presiden Prabowo menyampaikan pidato kenegaraan, acara diselingi dengan persembahan lagu-lagu Nusantara, sebelum akhirnya ditutup oleh Ketua DPR RI.
Pesan utama dari pidato Presiden kali ini menegaskan arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat penegakan hukum. Fokus pemberantasan tambang ilegal dianggap menjadi ujian awal bagi konsistensi pemerintah dalam menjaga sumber daya alam Indonesia untuk kepentingan rakyat.
Dengan nada tegas, Prabowo menutup pidatonya:
“Tidak boleh ada lagi yang bermain-main dengan kekayaan bangsa. Ini bukan milik segelintir orang. Ini milik rakyat Indonesia.” (*)