Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyoroti praktik pemberian tantiem atau bonus tahunan yang diterima direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, angka fantastis itu sering kali tidak sejalan dengan kinerja yang diberikan, bahkan tetap mengalir meski perusahaan merugi.
Hal tersebut disampaikan Prabowo saat membacakan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN 2026 di hadapan DPR, Jumat (15/8/2025). Dengan nada heran, ia menyinggung adanya komisaris yang jarang hadir tetapi tetap menerima bonus puluhan miliar rupiah. “Masa ada komisaris rapat sebulan sekali, tantiem Rp40 miliar setahun,” ujarnya.
Presiden menegaskan pemerintah tidak akan lagi menoleransi mekanisme pemberian bonus yang dianggap membebani keuangan BUMN. Ia menyebut telah memerintahkan Danantara untuk menghentikan pembayaran tantiem kepada direksi maupun komisaris. Lebih jauh, Prabowo menekankan bahwa bagi siapa pun yang tidak setuju dengan kebijakan ini, dipersilakan mundur dari jabatannya.
Secara regulasi, pemberian tantiem diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/2009. Aturan itu menyebut tantiem diberikan setiap tahun bila perusahaan meraih laba, atau bahkan ketika perusahaan merugi asalkan ada indikator peningkatan kinerja yang dianggap tercapai. Besaran tantiem ditentukan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan di awal tahun, lalu diputuskan final melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Nilai bagiannya diatur: direktur utama 100 persen, direksi lainnya 90 persen, komisaris utama 40 persen, dan komisaris lain 36 persen.
Semakin besar skala bisnis BUMN, semakin tinggi bonus yang diterima. Sebagai contoh, Bank Himbara, yang mencakup Bank Mandiri, BRI, dan BNI, menjadi penyumbang bonus terbesar. Laporan keuangan konsolidasi per 31 Desember 2024 mencatat Bank Mandiri memberikan total bonus Rp1,33 triliun, dengan rata-rata Rp78,82 miliar per direksi dan Rp38,88 miliar per komisaris. Bank BRI mengalokasikan Rp907,85 miliar, rata-rata Rp54 miliar per direksi dan Rp25,98 miliar per komisaris. Sementara Bank BNI memberikan Rp576,34 miliar, rata-rata Rp33,66 miliar per direksi dan Rp15,67 miliar per komisaris.
Nominal fantastis itu menjadi sorotan karena menunjukkan ketimpangan antara tanggung jawab, frekuensi rapat, dan penghasilan yang diterima. Prabowo menekankan bahwa pemerintah ingin memastikan BUMN sehat dan efisien, serta menghindari praktik pemberian tantiem yang dinilai tidak seimbang dengan kontribusi nyata. Dengan kebijakan tegas ini, Presiden berharap jajaran direksi dan komisaris benar-benar menitikberatkan pengabdiannya pada kinerja perusahaan, bukan sekadar posisi yang menjadi ladang bonus. (*)