JAKARTA — Pemerintah pusat menegaskan komitmennya untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif dengan meluncurkan Desk Koordinasi Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola. Inisiatif lintas kementerian dan lembaga ini dirancang sebagai langkah strategis guna mengatasi praktik korupsi yang masih membayangi sistem birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia.
Langkah ini ditandai dengan digelarnya Rapat Kerja Forum Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol. Asep Jenal Ahmadi, di Jakarta.
“Dengan peluncuran satgas ini, pemerintah menegaskan komitmennya dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan antikorupsi secara menyeluruh,” ujar Asep dalam forum yang mempertemukan perwakilan dari 35 kementerian dan lembaga.
Menurutnya, kegiatan ini menjadi momentum teknis penting bagi seluruh anggota desk yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDatun) Nomor KEP-I-9/G/Gs.2/04/2025. Penugasan ini merupakan tindak lanjut konkret dari Kepmenko Polhukam Nomor 152 Tahun 2024 tentang Desk Koordinasi Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola.
“Pertemuan hari ini merupakan bagian dari upaya mendorong pencapaian target Desk tahun 2025, termasuk menghentikan kebocoran anggaran negara, serta memperkuat komitmen dan integritas para penyelenggara negara,” tegas Asep.
Sementara itu, JAMDatun Narendra Jatna selaku Ketua Desk menekankan adanya tiga target strategis yang harus dicapai oleh forum lintas sektoral ini pada 2025. Ketiga target tersebut merupakan indikator utama efektivitas pencegahan korupsi yang akan diawasi secara ketat.
“Pertama, desk harus fokus pada perbaikan tata kelola pemerintahan melalui pendekatan sistemik dan preventif. Kedua, desk harus berkontribusi dalam peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari 37 menjadi 43 sesuai target RPJMN 2025–2029. Dan ketiga, kita harus mendorong seluruh kementerian/lembaga untuk patuh terhadap standar internasional, khususnya implementasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) dan tahapan akses Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD),” jelas Narendra.
Forum ini juga dihadiri oleh sejumlah Staf Khusus Menko Polhukam, di antaranya dari bidang Penegakan Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan, Manajemen Organisasi, serta Intelijen, Aktivis dan Pergerakan Sosial. Kehadiran mereka menjadi penegas bahwa pendekatan desk ini tak semata administratif, tetapi juga mencakup dimensi sosial dan pengawasan publik.
Dalam sesi pleno, para peserta forum disajikan pembagian struktur kerja Desk ke dalam empat Satuan Tugas (Satgas) utama, yaitu:
-
Satgas Pengadaan Barang dan Jasa, dikoordinir oleh Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
-
Satgas Penerimaan Negara, di bawah koordinasi Inspektur III Kementerian Perindustrian.
-
Satgas Perizinan, dikoordinir Inspektorat Kementerian Investasi dan Hilirisasi.
-
Satgas Lembaga Jasa Keuangan, dengan pengawasan langsung oleh Direktur Pengawasan Kepatuhan Penyediaan Jasa Keuangan.
Setelah pemaparan umum, diskusi berlanjut ke dalam breakout room masing-masing Satgas. Di ruang ini, para anggota merinci rencana kerja dan kegiatan strategis untuk periode Agustus–Desember 2025, termasuk sinkronisasi antarunit dan usulan langkah prioritas. Hasil pembahasan ini akan kembali diselaraskan dalam forum lanjutan yang dijadwalkan pada 31 Juli 2025.
Langkah integratif lintas lembaga ini mencerminkan keinginan pemerintah untuk keluar dari pendekatan sektoral dan menggantinya dengan koordinasi yang solid, terukur, dan berorientasi hasil. Harapannya, langkah ini tak hanya mengurangi potensi kebocoran anggaran dan suap, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Dalam konteks yang lebih luas, desk ini menjadi salah satu instrumen kunci dalam reposisi Indonesia menuju negara yang lebih kredibel di tingkat global. Dengan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip good governance, serta akuntabilitas dalam pelayanan publik, pemerintah berharap mampu menciptakan sistem birokrasi yang bersih bukan sekadar sebagai jargon, tetapi sebagai keniscayaan. (*)