Mahfud MD: Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Lembong adalah Langkah Presiden yang Tepat, Hukum Jangan Lagi Jadi Alat Politik

Redaksi Bara News

- Redaksi

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 00:07 WIB

50563 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yogyakarta, 1 Agustus 2025 — Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, dua tokoh nasional yang belakangan menjadi sorotan publik karena kasus hukum yang dinilai sarat muatan politik. DPR telah menyetujui permohonan tersebut, dan keputusan ini memicu reaksi luas di berbagai kalangan, termasuk dari Guru Besar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta, Prof. Mahfud MD, yang menyambut keputusan tersebut dengan penuh optimisme. seperti disebutkan di kanal YouTube Kompas.com.

“Saya sangat gembira. Malam itu saya bisa tidur nyenyak. Ini langkah tepat dari Presiden karena proses hukum terhadap keduanya sangat kental dengan nuansa politik,” ujar Mahfud saat diwawancara.

Mahfud menyoroti bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula, maupun Hasto Kristiyanto dalam perkara yang disebutnya “sudah ada sejak 2020 tapi baru diungkap saat terjadi konflik politik”, sarat rekayasa dan intervensi. Dalam pandangannya, keputusan Prabowo memberi pengampunan adalah bentuk koreksi atas kriminalisasi berbasis motif politik.

Hasto menerima amnesti, yaitu penghapusan pidana, sedangkan Lembong mendapat abolisi, yakni penghentian proses hukum. Menanggapi perbedaan itu, Mahfud menyebut praktik hukum di Indonesia memang tak selalu sejalan dengan definisi teoretis.

“Teorinya, amnesti diberikan sebelum pengadilan. Abolisi saat proses hukum berjalan. Tapi sejak era Habibie, praktiknya tidak begitu. Bahkan orang yang sudah divonis dan hampir bebas pun bisa diberi amnesti, seperti Saiful Mahdi dulu,” jelasnya.

Menurut Mahfud, hal yang perlu diperhatikan bukan soal ketepatan istilah, tapi substansi dan tujuan dari keputusan tersebut. Yakni mencegah kriminalisasi berbasis kepentingan kekuasaan.

Mahfud secara tegas menyebut bahwa vonis terhadap Lembong dan Hasto adalah hasil tekanan politik. Ia menyebut vonis itu “ngaco” dan menyebut hakim “seolah didikte oleh kekuatan eksternal”.

“Hasto itu sudah lama jadi target, sejak konflik PDIP dan Pak Jokowi. Kenapa unsur-unsur hukumnya sudah ada dari 2020 tapi baru dibuka sekarang, tepat setelah pimpinan KPK berganti?” ujar Mahfud.

Ia juga menyoroti ketimpangan hukum: kasus korupsi yang jauh lebih besar nilainya justru tak diproses, sementara tokoh politik tertentu justru langsung dijadikan tersangka dengan kilat.

Mahfud mengakui bahwa pengampunan terhadap figur publik bisa menimbulkan pertanyaan soal keadilan bagi masyarakat kecil yang juga mengalami hal serupa namun tak mendapat perhatian. Namun, ia mengingatkan bahwa banyak warga biasa juga pernah diberi keadilan melalui mekanisme hukum alternatif, asalkan ada suara publik yang mendesak.

“Kita bela Hasto dan Lembong bukan karena mereka tokoh besar, tapi karena ini soal keadilan hukum. Sama seperti kita dulu bela Saiful Mahdi, Nurhayati di Cirebon, dan lainnya,” tegasnya.

Secara konstitusional, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden hanya perlu pertimbangan DPR, bukan Mahkamah Agung. Setelah disetujui DPR, Keputusan Presiden (Keppres) akan diterbitkan dan diberlakukan.

Prof. Mahfud MD menilai langkah Presiden Prabowo strategis dan tepat waktu untuk meredakan eskalasi keresahan hukum dan politik yang membahayakan stabilitas nasional.

“Ketika politik mulai menjadi panglima dalam hal yang anarkis di masyarakat dan elitis di pemerintahan, keputusan ini adalah sinyal kuat untuk mengembalikan hukum ke jalurnya,” pungkas Mahfud. (*)

Berita Terkait

Dewan Pakar PWI Pusat H. Muhammad Amru Ingatkan Pentingnya Peran Jurnalis dalam Menjaga Keberlanjutan Kebudayaan Lokal
Tomy Suswanto Resmi Pimpin Ikatan Alumni BEM Nusantara Periode 2025 2030
Dolar Tembus Rp16.581: Kemenkeu Tetapkan Kurs Pajak dan Bea Masuk Periode 22–28 Oktober 2025
Purbaya Siap Tangkap Mafia Perdagangan, Targetkan Penyelundupan dan Under Invoicing
Menkeu Purbaya Muncul sebagai Idola Baru Politik, Gaya Koboi dan Sikap Tegasnya Dinilai Jadi Ancaman bagi Praktik Usang
Purbaya Tampil Bersahaja dan Tegas, Gibran dan Dedi Mulyadi Kian Redup di Panggung Politik Nasional
Menuju Era Baru Gemilang, Perisai SI Apresiasi Glenny Kairupan Jadi Dirut Garuda Indonesia
BNN dan PWI Perkuat Kolaborasi dalam Perang Melawan Narkoba

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 21:33 WIB

Sesuai Instruksi Gubernur, Bupati Aceh Selatan Didesak Evaluasi IUP KSU Tiega Manggis dan IUPK PT Pinang Sejati Utama

Rabu, 22 Oktober 2025 - 05:05 WIB

Keuchik Kuta Blang Samadua Cabut Rekomendasi untuk PT Empat Pilar Bumindo

Selasa, 21 Oktober 2025 - 01:18 WIB

Kisruh di MUQ Berakhir Damai, Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Selasa, 14 Oktober 2025 - 00:12 WIB

Kapolres Aceh Selatan Gelar Program “Sawaeu Kupi” Serap Aspirasi Masyarakat Aceh Selatan

Minggu, 12 Oktober 2025 - 04:27 WIB

Hadi Surya Serap Aspirasi Masyarakat Aceh Selatan dalam Reses III Tahun 2025

Rabu, 8 Oktober 2025 - 19:08 WIB

Desak Evaluasi IUP Tak Produktif, GeMPA Ingatkan Bupati Aceh Selatan Taat Instruksi Gubernur

Rabu, 8 Oktober 2025 - 00:37 WIB

Bupati Aceh Selatan Dinilai Abaikan Dua Instruksi Gubernur Aceh, Potensi Konflik dan Masalah Tata Kelola SDA Mengemuka

Rabu, 8 Oktober 2025 - 00:32 WIB

Ketua PeTA: Cukup Rp 2 Triliun dari Lebih Rp100 T Dana Otsus Telah Dikucurkan Dijadikan Tabungan Abadi, Semua Mantan Kombatan GAM Bisa Hidup Layak

Berita Terbaru