LSM Desak Tambang Ilegal di Aceh Ditangani Satgas PKH Pusat, Ini Alasannya

Redaksi Bara News

- Redaksi

Sabtu, 4 Oktober 2025 - 05:41 WIB

50194 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Banda Aceh – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak agar permasalahan pertambangan ilegal di Aceh ditangani langsung oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dibentuk pemerintah pusat. Pasalnya, kasus ini diduga melibatkan kerugian negara yang cukup besar.

Koordinator MaTA, Alfian, menyatakan bahwa Satgas PKH yang dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan ini lebih efektif menangani kasus tambang ilegal di Aceh. Perpres tersebut diteken Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025.

“Soal tambang ilegal di Aceh, apa yang sudah terjadi selama ini sebaiknya ditangani oleh Satgas PKH,” tegas Alfian di Banda Aceh, Jumat (26/7/2025).

Desakan ini muncul setelah Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Migas DPR Aceh dalam sidang paripurna, Kamis (25/7/2025), mengungkap adanya 450 titik lokasi tambang ilegal di sejumlah kabupaten di Aceh. Daerah-daerah tersebut meliputi Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Pidie.

Pansus DPR Aceh bahkan menemukan sekitar 1.000 unit excavator beroperasi aktif di dalam kawasan hutan Aceh. Temuan ini sontak menimbulkan keprihatinan karena menunjukkan skala besarnya aktivitas ilegal tersebut.

Menanggapi temuan Pansus DPR Aceh, Gubernur Aceh Muzakir Manaf telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 08/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan/Non Perizinan Berusaha Sektor Sumber Daya Alam. Gubernur juga membentuk Satgas dan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) untuk melakukan penataan perizinan pertambangan dan penertiban lapangan terhadap aktivitas ilegal.

Namun, Alfian menilai langkah Pemerintah Aceh saja tidak cukup. Menurutnya, Satgas PKH pusat lebih punya kewenangan dan kapasitas untuk menangani kasus ini, terutama karena diduga ada kerugian negara yang besar.

“Di beberapa provinsi, Satgas PKH ini sudah mulai berjalan dan menunjukkan hasil signifikan. Maka, kita harap Satgas PKH juga bisa menangani kasus tambang ilegal di Aceh, karena sejauh ini belum ada upaya konkret dari pemerintah daerah yang bisa menuntaskan masalah ini,” ungkap Alfian.

Alfian menjelaskan, Satgas PKH memiliki tiga tugas utama: pertama, mengembalikan lahan atau hutan yang telah diambil alih oleh perorangan atau perusahaan; kedua, menghitung kerugian negara akibat aktivitas ilegal tersebut; dan ketiga, memproses pihak-pihak yang terlibat jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi, termasuk suap, gratifikasi, atau perambahan.

“Di Sumatera, sudah ada sekitar empat kasus tambang ilegal yang masuk ranah tindak pidana korupsi dan ditangani Satgas PKH. Mereka bahkan bisa mengusut aktor intelektual di balik kasus tersebut. Karenanya, kami yakin Satgas PKH bisa bekerja lebih efektif menangani kasus di Aceh,” kata Alfian.

Sementara itu, Koordinator LSM Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, sepakat bahwa penanganan tambang ilegal harus dilakukan secara transparan. Namun, ia meminta Pemerintah Aceh melibatkan unsur masyarakat sipil dan lembaga pengawasan independen dalam proses penataan dan penertiban yang sedang dilakukan berdasarkan Ingub tersebut.

“Proses ini harus dibuka untuk publik. Libatkan masyarakat sipil serta lembaga pengawasan independen agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang saat evaluasi dan pencabutan izin tambang ilegal,” ujar Askhalani.

Askhalani menekankan pentingnya pengawasan bersama, baik dari internal pemerintah maupun eksternal oleh masyarakat sipil. Dengan begitu, penegakan aturan bisa lebih objektif dan tidak meleset dari tujuan utamanya, yakni memberantas aktivitas tambang ilegal yang merugikan negara dan lingkungan.

“Pengawasan independen ini jadi kunci agar tidak ada oknum pemerintah atau pemegang izin yang ‘lolos’ dari jeratan hukum. Masyarakat berhak tahu bagaimana aset negara dikelola,” tambah Askhalani.

Berita Terkait

Wabup Nagan Raya Hadiri Seminar dan Diskusi Buku “Langkah dan Jejak Pembangunan Nagan Raya” di UIN Ar-Raniry
DPRA Dorong Bank Aceh Syariah Tingkatkan Transparansi dan Inovasi dalam Rapat Kerja Strategis 2025
LIRA Desak Dinas Perizinan Aceh Segera Segel Kembali PT HOPSON yang Diduga Masih Tetap Beroperasi
KPK Serahkan Tanah Rampasan Negara untuk Pemerintah Aceh: Bukti Nyata Komitmen Antikorupsi
Pemkab Gayo Lues dan USK Bahas Keberlanjutan PSDKU di Banda Aceh
Bunda Ana, Istri Mualem Gubernur Aceh, Apresiasi Inovasi Keumamah Katsuobushi PT Suree Aceh
Bea Cukai Aceh Gelar Edukasi Kesehatan, Dorong Pegawai Tingkatkan Kepedulian terhadap Pencegahan Kanker dan Tumor
Prof. Marniati: Negara Jangan Abai, Tuntaskan Kasus Kematian Pemuda Aceh di Sibolga!

Berita Terkait

Jumat, 7 November 2025 - 01:46 WIB

Dugaan Pemalsuan Nama di Buku Nikah, Warga Pulo Gelime Minta Aparat Hukum Bertindak

Kamis, 6 November 2025 - 21:02 WIB

Peningkatan Kasus ISPA, Dinas Kesehatan Gayo Lues Minta Fasilitas Kesehatan Tingkatkan Kewaspadaan

Kamis, 6 November 2025 - 17:16 WIB

Plt.Sekda Gayo Lues Buka Lomba Baca Puisi DWP, Tekankan Peran Perempuan sebagai Penjaga Harmoni

Kamis, 6 November 2025 - 02:13 WIB

Pemkab Gayo Lues Perkuat Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Daya Beli Masyarakat

Kamis, 6 November 2025 - 02:09 WIB

Tingkatkan Kualitas SDM, Bupati Minta Kepala Desa Pantau Proses Belajar dan Hadirkan Layanan Hingga Pelosok

Kamis, 6 November 2025 - 02:04 WIB

Bupati Gayo Lues Dorong Pemberdayaan Pasca-Pelatihan Melalui Kemitraan Lokal

Kamis, 6 November 2025 - 01:56 WIB

Penguatan Budidaya Kopi Dimulai dari Desa, Kepala Desa Diminta Ambil Peran Nyata dalam Pengelolaan dan Pendataan Lahan

Kamis, 6 November 2025 - 01:36 WIB

Bupati Gayo Lues Tinjau Dinas Pertanian, Pastikan Program Budidaya Kopi Tepat Sasaran

Berita Terbaru