JAKARTA | Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos, angkat bicara menanggapi kebijakan kontroversial Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melarang kendaraan berpelat Aceh (BL) beroperasi di wilayah Sumut tanpa mengganti pelatnya menjadi BK. Kebijakan tersebut menuai sorotan publik hingga memicu perdebatan di media sosial. Tak sedikit warganet yang justru membalas dengan mengusulkan razia terhadap kendaraan pelat BK yang memasuki Aceh.
Haji Uma menilai kebijakan Bobby terlalu emosional dan terkesan tendensius tanpa didasari pertimbangan yang matang. Ia menilai sebagai sesama daerah bertetangga, sudah sepatutnya ada koordinasi antarpemerintah daerah sebelum mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial. Ia juga menekankan pentingnya proses sosialisasi yang menyeluruh sebelum kebijakan diberlakukan penuh.
“Saya rasa kebijakan tersebut tendensius dan grasa-grusu. Lebih bijaknya, dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah dulu serta proses sosialisasi intensif sebelum diterapkan sehingga tidak memicu potensi sentimen dan mengganggu keharmonisan antar daerah bertetangga,” ujar Haji Uma dalam pernyataannya pada Minggu (28/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Haji Uma menolak keras jika razia plat BL ini juga menyasar kendaraan angkutan barang maupun penumpang yang sedang melakukan perjalanan lintas provinsi. Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya tidak realistis, melainkan juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ia mengingatkan bahwa keberadaan kendaraan berpelat BL di Medan merupakan bagian dari mobilitas regional yang diatur secara sah dalam kerangka hukum nasional.
“Ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak ada unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tegasnya.
Menurut senator asal Aceh ini, kendaraan dengan pelat BL yang beroperasi di Sumut memiliki peran vital dalam mendukung jalur distribusi antarprovinsi. Mereka mengangkut kebutuhan pokok, hasil bumi hingga berbagai barang penting lainnya yang menyokong aktivitas ekonomi kedua daerah. Ia menilai wajar jika kendaraan dari Aceh melintas di Sumut dan sebaliknya, karena itu merupakan bagian dari konektivitas regional yang sah dan dilindungi oleh undang-undang.
“Sebagai daerah bertetangga, tentunya kendaraan saling melintas antar Aceh dan Medan dengan plat BL maupun BK. Ini mestinya tidak boleh menjadi sasaran razia karena ada aturan hukum yang mengatur, yaitu UU No. 22 Tahun 2009,” tambahnya.
Pernyataan tegas Haji Uma ini menambah daftar panjang kritik terhadap kebijakan Bobby Nasution yang dianggap gegabah dan memicu polemik daerah. Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terkait dasar hukum dan tujuan dari kebijakan tersebut. (*)


































