BANDA ACEH — Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menginstruksikan seluruh bupati dan wali kota di Aceh — dengan pengecualian Wali Kota Banda Aceh dan Wali Kota Sabang — untuk segera mengusulkan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di daerah masing-masing.
Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Gubernur Aceh Nomor 500.10.25/2565 tertanggal 11 Maret 2025, yang salinannya diperoleh media pada Sabtu malam, (4/9/2025).
Dalam surat tersebut, Muzakir Manaf—yang akrab disapa Mualem—menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari program 100 hari pemerintahannya, khususnya untuk menertibkan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang masih marak ditemukan di sejumlah kabupaten.
“Hal ini sejalan dengan program 100 hari Gubernur Aceh untuk tersedianya WPR komoditas emas yang dapat dikelola oleh masyarakat melalui permohonan Izin Pertambangan Rakyat (IPR),” tulis Mualem dalam suratnya.
Gubernur menekankan, penetapan WPR diperlukan guna memberikan kepastian hukum, perlindungan lingkungan, serta mencegah dampak sosial dan konflik yang mungkin timbul dari praktik tambang ilegal.
Surat tersebut juga mencantumkan dasar hukum yang melandasi kebijakan ini, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
- Pasal 23 dalam UU tersebut yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan WPR.
Dalam pelaksanaannya, Mualem meminta pemerintah kabupaten/kota mengusulkan lokasi WPR yang memenuhi kriteria sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 UU No. 3 Tahun 2020.
Adapun beberapa kriteria yang diatur, antara lain:
- Memiliki cadangan mineral sekunder di sungai atau tepian sungai,
- Memiliki cadangan mineral logam pada kedalaman maksimal 100 meter,
- Berada di endapan teras, dataran banjir, atau endapan sungai purba,
- Memiliki luas maksimal 100 hektare, dan
- Menyebutkan secara jelas jenis komoditas yang akan ditambang.
Gubernur menambahkan, dengan adanya WPR, masyarakat dapat menambang secara legal dan berkelanjutan tanpa harus berhadapan dengan masalah hukum.
“Pengusulan WPR ini bertujuan untuk memberikan ruang legal kepada masyarakat agar dapat menambang secara sah dan bertanggung jawab,” tulis Mualem.
Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk melakukan pendampingan teknis serta verifikasi lapangan terhadap usulan yang masuk dari kabupaten/kota.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang dalam mengelola potensi tambang rakyat secara adil, aman, dan ramah lingkungan. (red)












































