GAYOLUES | Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan Aceh, Irmawan, menyampaikan keprihatinannya terhadap lambatnya pemulihan layanan di sejumlah fasilitas kesehatan pascabencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera. Salah satu rumah sakit yang masih belum kembali beroperasi secara optimal adalah RSU Muhammad Ali Kasim di Kabupaten Gayo Lues, Aceh, yang mengalami kerusakan cukup parah akibat terendam lumpur dan banjir.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi fasilitas kesehatan yang lumpuh akibat bencana. Pelayanan kesehatan di RSU Muhammad Ali Kasim belum maksimal karena banyak area yang masih tertutup lumpur tebal. Obat-obatan rusak, alat kesehatan terendam lumpur, dan tenaga kesehatan kewalahan. Pemerintah perlu segera mengirim bantuan, mulai dari obat-obatan, tenaga medis tambahan, hingga tim pembersih untuk percepatan pemulihan rumah sakit,” ujar Irmawan, Senin (8/12/2025).
Ia menekankan bahwa rumah sakit merupakan infrastruktur kunci dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih di tengah situasi darurat bencana. Ketika rumah sakit lumpuh, kata Irmawan, pelayanan kesehatan bagi masyarakat juga terhenti, padahal kebutuhan perawatan justru meningkat pascabencana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai perbandingan, ia menyebut layanan kesehatan di RSUD Aceh Tamiang sempat lumpuh total akibat banjir bandang serupa, namun kini telah berangsur kembali normal, termasuk unit gawat darurat dan instalasi farmasi. Hal ini, menurut Irmawan, seharusnya menjadi model pemulihan yang dapat diterapkan di rumah sakit-rumah sakit lain yang terdampak.
Laporan terkini dari Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat per Senin (8/12/2025) mencatat sedikitnya 199 fasilitas kesehatan mengalami kerusakan akibat bencana. Dalam laporan yang sama, tercatat 929 korban jiwa, 274 orang masih hilang, dan sekitar 5.000 orang mengalami luka-luka, yang mayoritas membutuhkan perawatan segera di fasilitas kesehatan.
“Ribuan korban luka sangat membutuhkan bantuan. Kebutuhan infus, perban, tempat tidur pasien, hingga alat medis dasar sangat mendesak untuk segera didistribusikan ke wilayah terdampak,” papar Irmawan.
Selain itu, ia turut menyoroti pentingnya pasokan air bersih di fasilitas kesehatan. Ketiadaan air bersih, kata dia, tidak hanya menghambat pelayanan medis, tetapi juga meningkatkan risiko penyebaran infeksi. Proses sterilisasi alat kesehatan, perawatan luka, sanitasi ruang rawat, hingga kebersihan diri tenaga medis sangat bergantung pada ketersediaan air bersih.
“Air bersih adalah bagian tak terpisahkan dari layanan medis. Tanpanya, risiko infeksi di rumah sakit akan meningkat, terutama bagi pasien luka-luka akibat banjir dan longsor. Pemerintah harus segera pastikan suplai air bersih darurat melalui mobil tangki atau sistem distribusi sementara,” ujarnya.
Irmawan juga mengingatkan bahwa masyarakat di wilayah terdampak sangat rentan terserang penyakit pascabencana, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit, dan infeksi lainnya. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan penanganan kesehatan secara holistik serta memberikan dukungan maksimal kepada tenaga medis di lapangan.
Menurutnya, tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam pemulihan pascabencana, namun mereka juga merupakan kelompok yang terdampak. Ia menilai perlindungan terhadap tenaga kesehatan tidak boleh diabaikan, mengingat beban kerja mereka yang meningkat di tengah kondisi serba terbatas.
“Mereka juga korban. Mereka kelelahan, dan dalam keterbatasan masih terus melayani masyarakat. Pemerintah perlu memastikan tenaga medis bekerja dalam kondisi layak, termasuk akses terhadap peralatan yang memadai, makanan bergizi, serta kebutuhan dasar lainnya,” imbuhnya.
Irmawan berharap pemerintah pusat dan daerah segera menetapkan pemulihan layanan kesehatan sebagai prioritas utama dalam penanganan bencana, sehingga masyarakat terdampak banjir dan longsor bisa mendapatkan layanan medis secara cepat, aman, dan manusiawi. (*)


































