BARANEWS | Dugaan dugaan “tangkap lepas” bandar narkoba oleh oknum Kasat Narkoba Polres Aceh Tenggara bukan hanya mencoreng wajah lembaga kepolisian, tetapi juga melukai rasa keadilan publik. Kasus ini muncul setelah seorang bandar narkoba berinisial AW, yang ditangkap pada Juli 2025, mendadak hilang dari proses hukum. Bukan ditahan atau diserahkan ke kejaksaan, AW justru diinapkan di hotel, lalu dibawa ke rumah sakit, lalu… lenyap begitu saja.
Kepolisian perlu menyadari bahwa praktik seperti ini bukan hanya permasalahan prosedur atau kedisiplinan internal. Ini menyangkut akuntabilitas hukum di mata masyarakat, dan menyangkut integritas aparat sebagai wajah negara di lapangan.
Langkah Kapolda Aceh Irjen Pol Marzuki Ali Basyah yang menurunkan tim Propam patut diapresiasi sebagai respon awal. Namun yang dibutuhkan sekarang bukan hanya langkah cepat, tapi juga langkah tegas dan transparan. Pembiaran terhadap praktik “tangkap lepas”, apalagi terhadap pelaku kejahatan narkotika, akan menjadi pintu masuk pada tumbuhnya ketidakpercayaan dan perlawanan publik terhadap hukum.
Apalagi konteksnya bukan ringan. Kita bicara narkoba. Kita berbicara soal ancaman generasi, soal jaringan transnasional yang memanfaatkan celah sistem hukum yang bobrok. Jika aparat sebagai ujung tombak justru berpaling dari misi penegakan hukum, maka yang terjadi bukan hanya kegagalan reformasi Polri, tapi juga krisis integritas negara di tingkat paling dasar.
Aceh Tenggara bukan kasus satu-satunya. Tapi ia bisa menjadi simbol: apakah negara serius dalam membersihkan aparatnya, atau hanya pandai membuat janji. Kita tidak butuh pernyataan normatif. Publik tidak lagi puas dengan “tim sedang bekerja”. Yang ditunggu adalah tindakan nyata—sanksi, proses hukum, pemecatan bila perlu—jika pelanggaran terbukti.
Editorial ini menegaskan: Jangan biarkan hukum dipermainkan. Jangan biarkan keadilan jadi komoditas yang bisa dinegosiasikan. Dan jangan sampai seragam dan pangkat jadi alasan kebal dari hukum. Bila tidak, maka masyarakat punya hak untuk berkata: Negara tidak hadir. (*)














































