JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) terus memperkuat komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Salah satu langkah strategis yang kini didorong adalah peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari skor 37 menjadi 43 pada 2029, sebagaimana ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Upaya ini ditekankan dalam Rapat Koordinasi Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola yang diselenggarakan oleh Kemenko Polhukam di Jakarta, yang secara khusus melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian penting dalam penyusunan kuisioner Gap Analysis, salah satu instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki standar tata kelola di lingkungan institusi publik.
“Sebagai implementasi Asta Cita Presiden Prabowo poin ketujuh, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba, Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola mendorong BUMN untuk aktif mengambil peran,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol. Asep Jenal Ahmadi.
Ia menegaskan, tata kelola yang baik di tubuh BUMN bukan hanya berdampak pada efisiensi dan kinerja perusahaan, tetapi juga turut menentukan persepsi publik terhadap integritas negara. Dengan melibatkan BUMN secara aktif dalam pengisian kuisioner Gap Analysis, diharapkan akan muncul gambaran yang lebih akurat mengenai titik lemah dan potensi perbaikan dalam pencegahan korupsi.
Senada dengan itu, Edy Birton, Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, yang juga menjabat sebagai Sekretaris I Desk Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola, menyampaikan bahwa upaya ini sekaligus bertujuan untuk memperkuat kepatuhan Indonesia terhadap standar internasional.
“Salah satu target utama Desk ini adalah menciptakan sistem tata kelola yang transparan dan akuntabel, sesuai prinsip-prinsip Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC), serta mendukung proses aksesi Indonesia ke dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD),” ujar Edy.
Dalam rapat tersebut, masing-masing kelompok kerja (pokja) di bawah Desk menyampaikan peran dan tanggung jawabnya dalam mendukung target nasional tersebut. Selain itu, perwakilan BUMN yang hadir juga mendapatkan panduan teknis dalam penyusunan dan pengisian kuisioner Gap Analysis agar sesuai dengan standar evaluasi yang digunakan.
Sejumlah perwakilan BUMN menyampaikan bahwa dalam pengisian dokumen Gap Analysis masih diperlukan penyesuaian akibat perubahan nomenklatur organisasi internal masing-masing perusahaan. Meski demikian, seluruh peserta menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif ini dan berkomitmen untuk menyelesaikan pengisian dokumen secara tepat waktu.
Kegiatan ini mencerminkan langkah nyata pemerintah dalam mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk lembaga penegak hukum dan korporasi negara, untuk menghadirkan sistem pemerintahan yang bersih, modern, dan adaptif terhadap tuntutan tata kelola global.
Dengan memperkuat basis data dan evaluasi mandiri melalui kuisioner Gap Analysis, Indonesia tak hanya berupaya meningkatkan peringkat IPK secara kuantitatif, tetapi juga ingin membangun budaya birokrasi yang antikorupsi secara menyeluruh dan berkelanjutan. (*)