Jakarta — Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Indonesia secara bertahap berhasil menurunkan angka buta aksara secara nasional hingga tinggal 0,92 persen. Ia menyebut pencapaian ini sebagai hasil kerja bersama seluruh elemen bangsa.
“Selama lima tahun terakhir, Indonesia berhasil menurunkan angka buta aksara hingga tinggal 0,92 persen. Tepuk tangan untuk pencapaian ini,” ujar Atip dalam pidatonya saat peringatan Hari Aksara Internasional, Jumat (26/9/2025).
Meski angka ini menunjukkan progres signifikan, Wamendikdasmen menegaskan bahwa perjuangan pemberantasan buta aksara belum selesai. Masih terdapat sejumlah kabupaten dan daerah di Indonesia yang menghadapi tantangan serius terkait akses pendidikan dan literasi dasar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemerintah berkomitmen untuk tidak meninggalkan satu pun warga negara di belakang,” kata Atip.
Peringatan Hari Aksara Internasional tahun ini mengusung tema global “Promoting Literacy in the Digital Era” dan tema nasional “Kesetaraan Literasi Digital Membangun Peradaban”. Tema tersebut, kata Atip, mencerminkan tekad nasional dalam membangun masyarakat yang tidak hanya cakap membaca dan menulis, tapi juga memiliki kemampuan literasi digital yang adaptif dan inklusif.
“Tema ini mengingatkan kita bahwa literasi tidak lagi hanya soal membaca dan menulis, melainkan fondasi utama membangun masyarakat yang cerdas, mandiri, kritis, dan produktif, juga inklusif dalam era digital,” ujar Atip.
Di tengah kemajuan teknologi yang sangat pesat, Wamendikdasmen menekankan pentingnya penguatan literasi digital, termasuk kemampuan memanfaatkan teknologi secara bijak dan produktif. Hal ini, menurutnya, menjadi bagian dari transformasi pendidikan jangka panjang.
“Kemampuan literasi digital harus dibarengi dengan kapasitas untuk memanfaatkannya secara positif, sehingga teknologi benar-benar menjadi alat pembangunan peradaban, bukan justru sebaliknya,” ungkap Atip.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, saat ini terus memperkuat kebijakan dan mendorong program-program strategis di bidang literasi. Fokus kebijakan diarahkan ke daerah-daerah dengan angka buta aksara tinggi dan keterbatasan akses pendidikan, termasuk kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Salah satu bentuk konkret program tersebut adalah melalui inisiatif digitalisasi pendidikan, khususnya dengan pemanfaatan perangkat layar pintar atau interactive flat panel. Perangkat ini diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan keterampilan digital, kemampuan literasi berbasis teknologi, serta memperkaya metode pembelajaran di ruang kelas.
Wamendikdasmen juga menegaskan bahwa seluruh satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta, dijangkau dalam program tersebut—sepanjang tidak menolak bantuan yang diberikan.
“Kami optimistis bahwa dengan teknologi, kolaborasi, dan kebijakan yang tepat, angka buta aksara akan terus menyusut hingga kita benar-benar mampu menghapusnya dari Indonesia,” pungkas Atip.


































