JAKARTA | Komisi Yudisial bersama Mahkamah Agung menegaskan komitmen menjaga kehormatan dan integritas lembaga peradilan melalui penyelenggaraan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Dalam dua sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, pekan lalu, dua hakim dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tetap, setelah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Pada Selasa (23/9/2025), MKH menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada IGN PRW, mantan Ketua Pengadilan Negeri Tobelo. Hakim tersebut terbukti terlibat dalam praktik gratifikasi terkait pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung yang sebelumnya menyeret mantan Hakim Agung GS dan asistennya sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Ketua Sidang MKH, Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo, dalam keterangan tertulis, Selasa (30/9/2025).
Hasil pemeriksaan Badan Pengawasan MA menunjukkan IGN PRW menerima dana sebesar Rp100 juta dari total komitmen senilai Rp725 juta untuk membantu pengurusan perkara. Meski dana tersebut telah dikembalikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), majelis menilai perbuatan yang bersangkutan telah mencederai integritas lembaga peradilan.
Dalam sidang pembelaan, IGN PRW mengklaim uang tersebut ditinggalkan seseorang di rumahnya tanpa sepengetahuan dirinya. Namun majelis memandang bahwa pengakuan tersebut tidak menghapus fakta pelanggaran etika yang telah terjadi. Meskipun terdapat faktor yang meringankan, seperti pengakuan dan pertimbangan tanggungan keluarga, MKH menyatakan perbuatan tersebut bertentangan dengan visi dan misi Mahkamah Agung.
Sidang MKH menegaskan bahwa sanksi tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009–02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Sementara itu, dalam sidang terpisah pada Kamis (25/9/2025), MKH menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap tanpa hak pensiun kepada Hakim FK dari Pengadilan Negeri Jember. FK terbukti melanggar etika perilaku hakim melalui serangkaian tindakan perselingkuhan, pelecehan seksual, dan hubungan tidak pantas dengan sejumlah perempuan.
“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim,” kata Wakil Ketua Komisi Yudisial Siti Nurdjanah, yang memimpin sidang.
Putusan dijatuhkan setelah majelis menilai keterangan saksi, rekaman video, dan catatan pelanggaran sebelumnya yang dilakukan FK menunjukkan pola pelanggaran yang berulang dan memberatkan. Sebagai hakim dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, FK dianggap gagal menjaga keluhuran martabat kehakiman dan mempermalukan institusi peradilan.
Tidak ditemukan alasan yang dapat meringankan bagi FK. Majelis menyimpulkan bahwa sanksi dari tindakan tidak pantas tersebut tidak dapat ditawar dan harus dijadikan pelajaran penting bagi seluruh aparat peradilan.
Dua putusan MKH ini dipandang sebagai langkah tegas dan konsisten untuk menjaga marwah peradilan dari perilaku tercela. Komisi Yudisial serta Mahkamah Agung menegaskan, pelanggaran terhadap nilai integritas, kejujuran, dan perilaku profesional akan ditindaklanjuti secara transparan dan tegas.
Pemberhentian hakim yang melanggar etik diharapkan menjadi pesan kuat bahwa pihak yang mengemban kewenangan sebagai penegak hukum dituntut untuk menjalankan amanat keadilan dengan menjunjung tinggi moralitas, bukan justru menyalahgunakannya demi kepentingan pribadi.
Komitmen kedua lembaga dalam menegakkan akuntabilitas dan etika di lingkungan kekuasaan kehakiman menjadi fondasi penting dalam pembangunan sistem peradilan yang bersih, berintegritas, dan dipercaya publik.