Penulis: Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)
Lagi-lagi bangsa ini disuguhkan tontonan sinetron “pejabat laknat”. Tidak ada diksi yang lebih santun untuk memberikan sebutan bagi oknum petinggi Angkasa Pura Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yang dengan kelicikan dan menghalalkan segala cara, merebut hak rakyat kecil yang tergabung dalam Usaha Koperasi Karyawan Angkasa Pura (KOKAPURA).
Di bawah pembinaan sosok I Gusti Ngurah Gede Yudana, seorang putra pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai, selama 22 tahun koperasi ini dirintis dan dikembangkan di lingkungan Bandara Internasional Ngurah Rai. Koperasi tersebut telah menuai keberhasilan dalam membangun ekonomi rakyat kecil untuk hidup lebih layak.
Keberhasilan I Gusti Ngurah Gede Yudana mengelola KOKAPURA, alih-alih mendapat apresiasi dari petinggi Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai, justru malah membangkitkan syahwat keserakahan oknum petinggi Angkasa Pura setempat. Dengan membangun persekongkolan jahat, mereka menggandeng pihak swasta PT Pasifik untuk menggusur KOKAPURA dari Bandara Internasional Ngurah Rai.
Pihak Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai mulai mendesain siasat dengan menerapkan mekanisme seleksi (lelang) bagi mereka yang ingin berusaha di lingkungan bandara. Namun bersamaan dengan berlangsungnya seleksi, ditemukan dokumen Nota Dinas GM Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai yang berisi rekomendasi dukungan pemenangan terhadap PT Pasifik.
Tindakan persekongkolan antara Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai dengan PT Pasifik adalah tindak pidana yang melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagai konsekuensi hukum, pihak berwenang wajib membatalkan seluruh proses seleksi yang memenangkan PT Pasifik.
Kebijakan Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai yang menutup peluang usaha KOKAPURA di lingkungan bandara, juga menunjukkan ketidakpatuhan terhadap surat Bupati Badung dan Menteri Koperasi yang berisi rekomendasi agar KOKAPURA dapat melanjutkan usaha koperasinya di Bandara Internasional Ngurah Rai.
Perilaku pimpinan Angkasa Pura Bandara Internasional Ngurah Rai sama sekali tidak mencerminkan budi pekerti bangsa Indonesia. Bahkan, ada kecenderungan terpapar perilaku jahiliyah. Mereka lupa bahwa bandara yang mereka kelola menggunakan nama pahlawan nasional, I Gusti Ngurah Rai — ayah dari I Gusti Ngurah Gede Yudana, pembina KOKAPURA.
Dengan jiwa kesatria, I Gusti Ngurah Gede Yudana bahkan menolak menerima royalti dari pemerintah atas penggunaan nama ayahnya sebagai nama bandara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada kepentingan yang lebih tinggi dari kedaulatan dan kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, kepentingan Angkasa Pura dan PT Pasifik harus disingkirkan, demi kepentingan rakyat untuk hidup lebih baik. (*)