BANDA ACEH , BARANEWS | Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar menegaskan komitmen pihaknya dalam penanganan perkara dugaan korupsi di wilayah hukum Kejati Aceh. Hal itu dinyatakannya menjawab keraguan beberapa elemen masyarakat tentang kasus-kasus dugaan korupsi yang sedang berproses dalam penanganan kasus dugaan korupsi di Kejati Aceh.
“Penyidik pidana khusus Kejati Aceh, Selasa 17 Oktober 2023 melakukan penahanan terhadap 3 (tiga) orang tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan sapi Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2019 senilai Rp.2,37 miliar. Ketiganya dititip sebagai tahanan Kejati Aceh di Rutan Kelas II B Banda Aceh,” terang Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis kepada ADHYAKSAdigital, Rabu 18 Oktober 2023.
Plh Kasi Penkum Ali Rasab Lubis menerangkan, ketiga orang tersangka itu adalah, tersangka M (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK Pengadaan Ternak Sapi). Kemudian tersangka A (Direktur CV. MRM selaku Pemenang Lelang dan Pelaksana/Penyedia Pengadaan Ternak Sapi). Terakhir tersangka MR (Pengendali Supplier dengan menggunakan bendera UD. SK terhadap CV. MRM selaku Pemenang Lelang dan Pelaksana/Penyedia Pengadaan Ternak Sapi).
Penahanan para tersangka dilakukan agar mempercepat proses penanganan perkara. Selain itu dikatakan Ali, penahanan juga untuk mencegah para tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.
Sebelumnya diberitakan, Kejati Aceh, 13 Sptember 2023 lalu, menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sapi 200 ekor pada Dinas Pertanian Aceh Tenggara yanh bersumber dari dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2019. Anggaran pengadaan bersumber dari dana otonomi khusus Aceh yang dialokasikan kepada kabupaten kota.
Selanjutnya, Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara melaksanakan pelelangan dan dimenangkan CV MRM dengan nilai kontrak sebesar Rp2,37 miliar lebih. Akan tetapi, A selaku Direktur CV MRM tidak melaksanakan pekerjaan pengadaan sapi. Tersangka A mengaku perusahaannya dipinjam oleh tersangka MR. MR juga pegawai negeri sipil di Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara.
“Dari hasil pemeriksaan, peminjaman perusahaan tanpa ada surat kuasa, baik di bawah tangan maupun akte notaris Tersangka A mengaku hanya menerima fee dari nilai kontrak,” kata Ali Rasab Lubis.
Selanjutnya, MR selaku peminjam perusahaan dan juga pengendali penyuplai menggunakan perusahaan UD SK membeli sapi di Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
“Sapi tersebut dibeli oleh pekerja MR atau orang suruhannya. Pekerja MR tersebut tidak mengetahui spesifikasi teknis sapi yang dibeli. Ia hanya diperintah membeli sapi betina dengan tinggi berkisar 102 hingga 104 centimeter sebanyak 200 ekor. Sapi dibeli secara eceran pada agen maupun pedagang sapi,” katanya.
Pada saat serah terima pekerjaan dan pemeriksaan kesehatan sapi-sapi tersebut, ternyata tidak sesuai dengan dokumen kontrak. Kondisi sapi lemah, kurus, dan sakit-sakitan. Sapi-sapi tersebut ditempatkan di UPTD Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara serta dititipkan kepada peternak.
Ali Rasab Lubis mengatakan dari 200 ekor sapi tersebut, 81 ekor di antaranya mati yang dibuktikan dengan surat keterangan kematian. Sedangkan 119 ekor lainnya tidak jelas keberadaannya. “Berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp1 miliar lebih. Penyidik masih mendalami kasus tersebut dan tidak tertutup kemungkinan ada pihak lainnya yang terlibat,” kata Ali Rasab Lubis. (FS)