Gayo Lues, Bara News — Gubernur Aceh Muzakir Manaf melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Gayo Lues dalam rangka menyerap aspirasi dan mendengar langsung permasalahan yang dihadapi masyarakat di wilayah tersebut. Salah satu isu penting yang disampaikan dalam pertemuan itu adalah soal keresahan warga yang tinggal di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), khususnya di Kecamatan Putri Betung.
Bupati Gayo Lues, Suhaidi, S.Pd., M.Si, secara tegas menyampaikan kepada Gubernur bahwa saat ini terdapat lima desa di Kecamatan Putri Betung yang bermukim dan menggantungkan hidup di dalam kawasan TNGL. Namun, setelah keluarnya peraturan Presiden yang memperketat pemanfaatan kawasan hutan konservasi, situasi masyarakat menjadi genting.
“Kemarin, pasca keluarnya peraturan Presiden ini, pihak satgas TNGL sudah memasang plang. Artinya, masyarakat tidak boleh lagi memanfaatkan perkebunannya, tidak boleh lagi masuk ke kawasan hutan. Ini sangat meresahkan masyarakat di lima desa tersebut,” kata Bupati Suhaidi pada Rabu (25/06/2025) di hadapan Gubernur Aceh.
Lebih lanjut, Bupati menjelaskan bahwa saat kunjungan ke Takengon beberapa waktu lalu, dirinya juga telah menyampaikan permasalahan serupa kepada Menteri Kehutanan. Ia berharap persoalan tersebut bisa segera ditindaklanjuti dengan pendekatan yang lebih humanis dan realistis.
“Mudah-mudahan ini akan ditindaklanjuti. Ini akan kita sampaikan juga kepada Ketua Satgas dalam waktu dekat dan kita jelaskan kondisi yang sebenar-benarnya di lapangan,” tegasnya.
Menurut Bupati, salah satu kekhawatiran terbesar adalah potensi kesalahpahaman pihak Pemerintah Pusat terhadap kondisi riil pemanfaatan TNGL di Gayo Lues. Ia menduga pusat membayangkan TNGL di Aceh dimanfaatkan seperti kawasan perkebunan sawit skala besar, padahal faktanya jauh dari itu.
“Di Gayo Lues tidak ada yang seperti itu, yang tinggal di kawasan TNGL itu adalah masyarakat miskin kita, Pak Gubernur. Mereka hanya menyambung hidup, berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia yang mungkin disalahgunakan oleh korporasi,” jelasnya.
Untuk itu, Bupati Gayo Lues meminta dukungan penuh dari Gubernur Aceh dan Sekretaris Daerah Provinsi agar pemerintah provinsi turut memperjuangkan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat yang terdampak. Menurutnya, relokasi bukanlah solusi yang mudah, sebab selain menyangkut mata pencaharian, proses tersebut membutuhkan anggaran yang besar dan kesiapan sosial yang kompleks.
“Agar mereka bisa tetap tinggal dan bekerja di situ. Karena jika direlokasi, ini merupakan pekerjaan yang sangat berat dan butuh biaya yang besar,” kata Bupati.
Dalam pertemuan tersebut, salah satu tokoh masyarakat dari Kecamatan Putri Betung turut menyampaikan aspirasi. Ia menjelaskan bahwa di kecamatan itu terdapat sembilan desa definitif dan empat desa persiapan yang kondisinya nyaris serupa dengan kasus konflik agraria yang pernah terjadi di Aceh Singkil.
“Orang TNGL membuat plang, sehingga yang sudah produktif tidak dikasih untuk diambil hasilnya. Jadi, kami sangat resah. Enklave-nya pun (wilayah yang dikelilingi TNGL) paling kurang sekitar 400 hektar,” ucapnya dengan nada kecewa.
Ia pun memohon arahan dan perhatian langsung dari Gubernur agar masyarakat tetap bisa menghidupi keluarganya tanpa harus terancam kehilangan tanah dan penghidupan mereka.
Menanggapi aspirasi tersebut, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyatakan komitmennya untuk membantu mencari solusi terbaik. Ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan membawa persoalan ini ke tingkat kementerian agar ada jalan keluar yang berpihak pada rakyat.
“Intinya untuk kelancaran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ke depan harus lebih makmur. Insya Allah kita perjuangkan,” pungkas Gubernur singkat namun meyakinkan.
Kunjungan ini menandai pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan provinsi dalam menghadapi dinamika kebijakan pusat, terutama yang berdampak langsung pada masyarakat kecil yang tinggal di wilayah konservasi seperti TNGL. Harapan pun menggantung: agar suara dari hutan ini bisa sampai ke meja kebijakan nasional. (Abdiansyah)