Blangkejeren — Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menjadikan sektor pertanian, khususnya penanaman padi, sebagai prioritas utama dalam menghadapi musim kemarau yang kian mendekat. Langkah ini diambil sebagai upaya strategis untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan lokal serta menuju swasembada pangan berkelanjutan.
Kepala Dinas Pertanian Gayo Lues, Juanda Syahputra, mengungkapkan bahwa hingga saat ini produksi padi di daerah berjuluk “Negeri Seribu Bukit” itu telah mencapai 32.000 ton per tahun, dengan total lahan sawah yang digarap mencapai 4.200 hektar.
“Produktivitas padi kita saat ini rata-rata 4,8 ton per hektar. Ini angka yang cukup baik, tetapi masih bisa kita tingkatkan. Kami terus berupaya agar ke depan produktivitas lahan sawah masyarakat bisa lebih tinggi lagi,” ujar Juanda kepada wartawan, Kamis (6/6).
Ia menambahkan bahwa Indeks Pertanaman (IP) di Gayo Lues saat ini berada pada angka 1,3. Artinya, rata-rata dalam satu tahun petani hanya menanam padi sekitar satu kali. Pemerintah menargetkan IP tersebut bisa naik menjadi 2 dalam dua tahun ke depan, yang berarti petani bisa menanam padi dua kali dalam setahun.
Peningkatan IP ini menurutnya penting untuk menjawab tantangan ketahanan pangan dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. “Dengan IP 2, kita tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan, tapi juga memperkuat ekonomi rumah tangga petani,” imbuhnya.
Juanda juga menyampaikan bahwa kebutuhan konsumsi padi masyarakat Gayo Lues per tahun hanya sekitar 25.000 ton. Artinya, dengan produksi saat ini yang mencapai 32.000 hingga 35.000 ton, kabupaten ini sudah mengalami surplus produksi padi sebanyak 7.000 hingga 10.000 ton per tahun.
“Kalau dihitung secara kasar, kita sudah surplus. Ini potensi besar, karena kita bisa menjadi daerah penyuplai beras ke kabupaten lain, asalkan kualitas dan kontinuitas produksi terus ditingkatkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data lapangan yang dikumpulkan pihak Dinas Pertanian, hampir 80 persen masyarakat di Gayo Lues mengkonsumsi hasil panen padinya sendiri. Sementara itu, hanya sekitar 20 persen hasil panen yang dijual ke luar atau masuk ke pasar.
“Ini menggambarkan bahwa masyarakat kita masih sangat tergantung pada hasil pertaniannya sendiri, terutama untuk konsumsi. Namun kita juga punya peluang untuk mendorong peningkatan nilai tambah melalui penjualan beras secara lebih luas,” pungkasnya.
Upaya Pemkab Gayo Lues dalam menjaga stabilitas produksi padi ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang menghadapi ancaman krisis pangan global, terutama di tengah perubahan iklim dan potensi kekeringan.
Program-program penguatan seperti pelatihan pertanian modern, penyediaan benih unggul, perbaikan irigasi, hingga penerapan teknologi pertanian terus didorong untuk mendukung pencapaian swasembada pangan yang tangguh dan mandiri.(ABDIANSYAH)