Gayo Lues — Pemilihan Urang Tue (tokoh adat) di Desa Pulo Gelime, Kecamatan Tripe Jaya, Kabupaten Gayo Lues, memicu polemik setelah warga menemukan dugaan pemalsuan identitas dalam dokumen resmi milik salah satu calon, berinisial ‘AY’. Warga meminta aparat penegak hukum, khususnya Polres Gayo Lues, segera mengusut tuntas dugaan tersebut.
Masalah bermula saat buku nikah yang digunakan sebagai salah satu dokumen pendukung pencalonan Urang Tue menunjukkan nama yang berbeda dengan identitas calon dalam KTP dan Kartu Keluarga. Dalam dokumen kependudukan, nama calon tertulis “Ali Yoga”, sementara dalam buku nikah tercantum nama “M. Ali”.
“Seharusnya data dalam buku nikah dan KTP itu selaras. Ketidaksesuaian semacam ini menimbulkan kecurigaan adanya pemalsuan identitas,” ujar salah satu warga yang meminta tidak disebutkan namanya.
Warga Pulo Gelime kemudian melaporkan hal ini secara resmi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Gayo Lues pada 9 Oktober 2025. Laporan tersebut teregister dengan Nomor Reg/125/IX/2025/ACEH/Satreskrim dan berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang disebut dibuat pada 8 Oktober 2025, sekitar pukul 11.30 WIB.
Yang memperkeruh suasana, dugaan ini turut menyeret nama Kepala Desa Pulo Gelime, Sarifuddin, yang dinilai telah melampaui kewenangannya dengan menerbitkan surat keterangan mendukung pencalonan ‘AY’. Surat tersebut diduga menjadi bagian dari dokumen administratif yang digunakan dalam proses pendaftaran.
“Pemilihan tokoh adat seharusnya menjadi momentum penghormatan terhadap nilai-nilai adat, bukan justru dikotori oleh dugaan manipulasi dokumen,” tukas seorang tokoh masyarakat setempat.
Masyarakat Desa Pulo Gelime menyuarakan tiga tuntutan utama kepada para pemangku kepentingan. Pertama, meminta pembatalan hasil Pemilihan Urang Tue karena dianggap cacat administrasi. Kedua, menginginkan pencopotan Kepala Desa Sarifuddin karena diduga menyalahgunakan wewenang. Ketiga, mendesak agar pihak berwajib menindak ‘AY’ atas dugaan pemalsuan identitas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Dalam Pasal 66 undang-undang tersebut, disebutkan bahwa setiap orang dilarang membuat atau memalsukan data pribadi untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan pihak lain. Pelanggaran ini dapat dikenai hukuman pidana hingga enam tahun penjara dan/atau denda maksimal enam miliar rupiah.
Seorang tokoh adat yang turut mencermati kasus ini menyebut, jika dugaan ini terbukti, maka Kepala Desa Sarifuddin dapat dijerat dua pasal sekaligus: Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan surat, serta ketentuan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengatur sanksi bagi kepala desa yang menyalahgunakan wewenangnya.
“Kepala desa tidak boleh sembarangan menerbitkan surat. Apalagi untuk kepentingan pribadi atau politik kandidat tertentu. Ini pelanggaran terhadap adat dan hukum negara,” ujarnya.
Upaya konfirmasi telah dilakukan oleh beberapa pihak kepada ‘AY’ melalui aplikasi pesan WhatsApp, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi. Respons dari pihak kepolisian, Kepala Desa Pulo Gelime, maupun panitia pemilihan Urang Tue juga belum diperoleh.
Warga berharap, dengan sorotan yang terus meningkat, aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dan objektif. “Ini bukan hanya soal pemilihan tokoh adat, tapi soal kejujuran, integritas, dan penghormatan terhadap aturan,” ujar seorang warga.
Bagi masyarakat Gayo Lues, pemilihan Urang Tue bukan sekadar momentum budaya, melainkan refleksi dari nilai moral dan keteladanan dalam kehidupan sosial. Karena itu, mereka menolak tegas segala bentuk manipulasi dalam prosesnya, sekecil apa pun. (TIM)












































